Pengaruh Kondisi Geomorfologis terhadap Pola Pemukiman dan Pembangunan di Daerah Rawan Tanah Longsor
Dibuat oleh:
Shapna Apriyanti
Permukiman harus dapat menyediakan lingkungan hidup yang sehat, aman dari bencana alam, dan tetap memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan, serta harus sesuai dengan daya dukung lahan setempat. Pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat menyebabkan kebutuhan lahan permukiman sebagai tempat tinggal semakin tinggi. Persebaran penduduk merupakan sebuah konsep yang terpenting didalam ilmu kependudukan, yang mejelaskan mengenai persebaran manusia yangada dimuka bumi ini, dan perlu digaris bawahi bahwasanya kondisi masyarakat selalu bersifatdinamis, dan juga jumlah populasi, distribusi populasi, dan juga struktur populasi, danpergerakan selalu berubah-ubah seiring dengan berjalannya waktu didalam sebuah skalayang berbeda-beda.
Tahukah anda? Bahwa Lahan yang cocok untuk perumahan atau permukiman terletak pada kawasan budidaya (Undang-undang Republik Indonesia No. 26 Tahun 2007) dengan tidak berada pada daerah yang labil. Namun, Penggunaan lahan pada kawasan permukiman banyak ditemui tidak sesuai peruntukannya karena masyarakat memiliki pertimbangan dalam menentukan lokasi bermukim, yaitu aksesibilitas, lingkungan, peluang kerja, dan tingkat pelayanan. Masyarakat memiliki pertimbangan untuk tetap bermukim pada kawasan rawan bencana, yaitu faktor psikologis, faktor sosial ekonomi, dan faktor kultural historis Sumaatmadja dalam Yusliana, dkk (2022). Menurut SNI 03-1733-2004 dalam Saraswati (2010) tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan, kawasan permukiman seharusnya berada pada kemiringan lahan <15%.
Kawasan lereng gunung dengan topografi dan kontur rapat dapat membuat pola permukiman sebagian besar secara mengelompok dan menyebar. Menurut Sumaatmadja dalam Yusliana dkk (2022) faktor-faktor yang menjadi landasan perkembangan permukiman, yaitu faktor fisik alamiah, faktor sosial ekonomi, dan faktor budaya. Pola permukiman yang terbentuk di kawasan dataran tinggi atau kawasan rawan bencana sebagian besar di pengaruhi oleh faktor mata pencaharian dan hak waris yang sudah turun temurun.
Seperti kasus yang terjadi di Desa samar yang merupakan sebuah desa yang terletak di kecamatan pagerwojo, kabupaten Tulung agung, Provinsi Jawa Timurr, Indonesia. Desa samar ini berada di area perbukitan yang tak jauh dari gunung Bandil, dengan luas wilayah desa samar yaittu 754 Ha. Desa samar merupakan desa yang paling luas di kecamatan Pagerwojo dengan pola permukimannya mengelompok dan menyebar. Dimana penduduk samar memiliki mata pencarian petani, dan juga peternak sapi perah. Selain itu potensi dari desa samar adalah wisata kebun jeruk yang baru dibuka dan dikelola oleh pihak desa. Mayoritas warga sekitar dari desa samar yaitu penduduk yang sudah bertempat tinggal didesa samar, namun sebagaian ada yang pendatang. Seperti dilasir dari Radar Tulunggaung. Jawa pos.com bawasanya Pembangunan salah satu ruas jalan di Desa Samar, Kecamatan Pagerwojo, yang mengalami longsor yang terjadi sejak tahun 2022 kemarin. Dan dengan terjadinya bencana tanah longsor ternyata juga ada beberapa kasus yang terjadi seperti terjadinya persebaran penduduk yang tidak merata, dimana dikarenakan desa samar berada di daerah perbukitan sehingga berdampak pada terjadinya persebaran penduduk yang tidak merata.
Nah setiap bencana atau fonumena pasti terdapat faktor atau pengaruh yang menyebabkan bencana tersebut terjadi, tahukah anda faktor -- faktor yang menjadi pemicu terjadinya longsoran terutama faktor yang berhubungan langsung seperti lereng atau tebing terjal, jenis batuan, jenis tata guna lahan, jenis tanah, getaran, susut muka air tanah, adanya beban tambahan, pengikisan, curah hujan, adanya timpasan pada tebing, bekas longsoran lama, dan daerah pembuangan.
Jadi, kasus yang terjadi di Desa Samar itu salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya longsor adalah faktor lereng karena Desa Samar ini terletak di daerah perbukitan. Oleh karena itu, daerah tersebut rentan terhadap bencana alam salah satunya tanah longsor. Maka dari itu, pola pembagunan permukiman lebih baik di bangun di daerah dataran rendah dibandingkan dengan di dataran tinggi. Jika pun ingin membangun permukiman di dataran tinggi maka kawasan permukiman seharusnya berada pada kemiringan lahan <15% untuk menghindari rawan terhadap bencana dan kita pun bisa hidup dengan aman, damai dan tentram.
Daftar Pustaka
Musdalifah, M. (2020). Pengendalian Permukiman Dataran Tinggi Berbasis Mitigasi Bencana Longsor di Kelurahan Tiro Sompe, Kecamatan Bacukiki Barat, Kota Parepare (Doctoral dissertation, Universitas Hasanuddin).