Barusan buka email, ada petisi yg intinya adalah penolakan terhadap rencana kebijakan baru pendidikan "Full Day School (FDS)" di Indonesia.
Yg namanya kebijakan, apapun itu pasti ada yg pro dan kontra dan dalam hal ini, kebijakan FDS kebanyakan pihak kontra termasuk aku sendiri. Mendikbud baru RI yg ke 30 yg merupakan mantan rektor Univ. Muhammadiyah Malang 3 periode berturut-turut ini, tgl 27 Juli yg lalu baru dilantik, artinya belum 2 minggu jadi Menteri namun rencana kebijakan baru beliau sudah ditolak ramai-ramai dan kelihatannya rencana beliau ini akan dibatalkan atau ditarik kembali karena sejauh yg ku lihat yg menandatangani petisi sudah mencapai 34.060 (tinggal butuh 940 tanda tangan agar memenuhi target si pembuat petisi). Rupanya Pak Muhadjir telah membaca petisi itu dan sadar betul bahwa masyarakat jauh lbh banyak yg kontra, beliau mengaku senang karena ada banyak tanggapan dari masyarakat (walau kontra).
Rasanya kita sudah banyak mendengar atau membaca berbagai opini tentang dampak negatif dan positif yg timbul dari FDS ini dimana memang lebih banyak dampak negatifnya, namun ada 1 hal yg cukup menarik perhatianku yg sampai sekarang belum kutahu pasti (ga sampai galau mikirinya haha); apa motif sebenarnya yg ada dlm diri Pak Mendikbud baru ini DILUAR YG DI STATE BELIAU DI MEDIA.
Karena begini, kalaulah kita mencoba berpikiran sepositif mungkin; 1. Bisa saja memang ini kebijakan baru revolusi pendidikan agar bisa 11 12 dengan pendidikan negara maju semisal Finlandia. Lah kan kebijakan ini sudah pernah booming 15 tahun yg lalu dan buanyak buanget yg kontra juga dan akhirnya blesss ga jadi, rasanya seorang mantan rektor berusia 60 thn sekliber Pak Muhadjir tak mungkin tak tau isu itu.
2. Bisa saja ini dibuat agar siswa/i Indonesia keluar dari zona nyaman yg selama ini menjadikan mereka manja dgn kegiatan krg berguna diluar sekolah; main game seharian, keluyuran tak jelas, terpengaruh lingkungan yg jahat, malas-malasan, dll. Padahal, bukan tak mungkin Pak Mendikbud tak tahu bahwa banyak anak-anak yg harus turut membantu orangtuanya sepulang sekolah (entah beres-beres rumah ataupun harus bekerja demi sesuap nasi akibat keadaan ekonomi)
Maka kadang timbul dibenakku, apa mungkin karena jargon yg selalu melekat di sistem pemerintahan kita, bahwa ganti menteri ganti kebijakan, biar kekinian gitu. Atau bisa aja kan Pak menteri cari sensasi agar masyarakat semua tahu tentang dia, dengan menyatakan secara tak langsung "Kenalkan ini aku Mendikbud baru, ini wajah saya", bak artis2 yg mencari sensasi biar tenar. Atau mungkin ada kepentingan politik lain, ya namanya juga politik, susah2 gampang ditebak.
Terlepas dari itu semua, aku sendiri lebih berpikiran positive walau murni tidak setuju dengan rencana beliau. Yg namanya kebijakan pastilah belum bisa kita katakan totally buruk jika belum diimplementasikan dan terlihat output nya. We can not put the blame on him 100%. Dan sebenarnya bisa jadi ini berhasil ASAL segala sesuatu sudah dipersiapkan dengan matang; mempersiapkan fasilitas yg nantinya digunakan utk kegiatan tambahan jam belajar, mempersiapan dana tambahan utk gaji guru karena jam kerjanya bertambah, mempersiapkan kurikulum baru lagi padahal kurikulum sebelumnya masih banyak yg harus dibenahi, dan yg paling utama harus mempersipakan mental siswa. Nah, mempersiapkan segala sesuatunya ini yg menurutku masih jauh dari kata "siap".
Tetap berharap yg terbaik utk pendidikan tanah air, dan kita jangan bisanya cuma beropini, boleh beropini tapi sambil tetap ikut berpartisipasi membenahi pendidikan di tanah air kita, Indonesia yg seminggu lagi akan dirgahayu yg ke 71 :)
Happy Wednesday.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H