Lihat ke Halaman Asli

Pendidikan dan Kekuasaan, Dua Kekuatan untuk Masa Depan yang Inklusif

Diperbarui: 3 Desember 2024   19:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Peserta Didik di Salah Satu Sekolah Swasta di Denpasar (Sumber: Dokumentasi Maitreyawira School Bali)

Pendidikan sering dipandang sebagai sarana untuk mencapai kemajuan dan kebebasan. Namun, di balik fungsinya sebagai media transfer pengetahuan, pendidikan juga terikat dengan dinamika kekuasaan. Kata inklusif merujuk pada konsep pendidikan yang memberikan akses yang setara kepada semua individu, tanpa diskriminasi, berdasarkan latar belakang sosial, ekonomi, budaya, atau identitas lainnya. 

Pendidikan yang inklusif memastikan bahwa setiap orang, terutama mereka yang berasal dari kelompok terpinggirkan atau kurang beruntung, memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan pendidikan berkualitas dan meraih potensi terbaik mereka. Pendidikan memiliki potensi untuk memperkuat atau merombak struktur kekuasaan yang ada dalam masyarakat.

 Apabila dimanfaatkan dengan bijak, pendidikan dapat berperan sebagai penggerak untuk mewujudkan masa depan yang lebih inklusif. Sebaliknya, jika dikelola secara tidak tepat, pendidikan dapat memperkuat ketidaksetaraan dan ketidakadilan sosial.

Dua kekuatan yaitu pendidikan dan kekuasaan memiliki keterkaitan yang sangat signifikan. Pendidikan tidak sekadar berkaitan dengan proses mengajar dan belajar, melainkan juga mengenai siapa yang menentukan materi ajar, bagaimana metode pembelajaran dilaksanakan, serta siapa yang berhak mengakses pengetahuan. 

Sejak zaman dahulu, para penguasa telah memanfaatkan pendidikan untuk mengatur dan membentuk pola pikir masyarakat. Dalam sejarah, terlihat bahwa penguasa sering kali mengontrol sistem pendidikan guna mempertahankan kekuasaan mereka. Kurikulum yang diterapkan di lembaga pendidikan biasanya dirancang untuk mendukung ideologi yang dominan dan mengabaikan pandangan yang berbeda. Di sisi lain, pendidikan yang bersifat inklusif dan demokratis dapat mendorong masyarakat untuk berpikir kritis, menyadari hak-hak mereka, dan berpartisipasi aktif dalam pemerintahan. 

Pendidikan yang menekankan pemikiran kritis, kreativitas, dan pemahaman tentang hak asasi manusia dapat berfungsi sebagai alat untuk meruntuhkan struktur kekuasaan yang tidak adil. Oleh karena itu, penting untuk memahami peran pendidikan sebagai instrumen yang tidak hanya menyebarkan pengetahuan, tetapi juga sebagai saluran kekuasaan.

Pendidikan memainkan peran yang penting dalam pembentukan masyarakat yang demokratis. Melalui pendidikan, individu diberikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan politik dan sosial di negara-negara yang menganut sistem demokrasi. Warga negara yang memiliki pendidikan yang baik cenderung lebih memahami hak-hak mereka dan memiliki kemampuan untuk berpartisipasi dalam pemilihan umum, pembuatan kebijakan, serta pengawasan terhadap pemerintah. Selain itu, pendidikan juga berkontribusi dalam membentuk masyarakat yang menghargai nilai-nilai demokrasi, seperti kebebasan berpendapat, kebebasan pers, dan kesetaraan di hadapan hukum. 

Dengan menanamkan nilai-nilai tersebut sejak usia dini, pendidikan dapat mengurangi kemungkinan munculnya tirani atau pemerintahan yang otoriter, serta memperkuat partisipasi masyarakat dalam pemerintahan yang transparan dan akuntabel. 

Sebagai contoh, kurikulum yang mencakup pendidikan tentang hak asasi manusia, partisipasi politik, dan pentingnya pemilu yang adil akan melahirkan generasi yang lebih peka terhadap isu-isu politik. Mereka akan lebih kritis dalam mengevaluasi kebijakan pemerintah dan lebih aktif dalam mengawasi pelaksanaan pemerintahan.

Pendidikan memiliki peran yang krusial dalam menghasilkan individu yang tidak hanya terampil, tetapi juga pemimpin yang memiliki kebijaksanaan dan integritas. Pemimpin yang mendapatkan pendidikan yang baik akan lebih menyadari pentingnya transparansi, akuntabilitas, dan pelayanan kepada masyarakat. Di berbagai negara, pendidikan berkontribusi signifikan dalam membentuk karakter pemimpin. 

Program pendidikan yang menanamkan nilai-nilai etika, kepemimpinan yang adil, dan tanggung jawab sosial akan melahirkan pemimpin yang tidak hanya memprioritaskan kepentingan pribadi atau kelompok, tetapi juga berorientasi pada kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline