Katrina, sudah sering nama itu merasuk ke dalam bara aksara yang dirangkai Ai Nin. Kalau tidak bertemu dia, Ai Nin tentu tidak menulis buku demi buku seperti keranjingan, tanpa mengenal lelah atau menyerah pada kebuntuan ide.
"Sudah larut malam. Besok kan kamu kerja, tidurlah dulu."
Dentang jam dinding memang telah bebunyi dua belas kali. Bang Oscar, suami Ai Nin, mengingatkan istrinya.
"Aku ada target menyelesaikan naskah ini sebelum deadline, Bang."
"Kesehatanmu lebih penting ..."
"Ehm.., iya sebentar lagi." Sahut Ai Nin sembari menyunggingkan senyum yang ditarik kuat-kuat dari sisa kantuknya. "Katrina yang memiliki penyakit berat saja tak pernah menyerah menuntaskan karya, masa aku yang sehat kalah!"
***
Pada saat launching perdana novel Ai Nin, berjudul "Melarung Asa", Katrina hadir memberi ucapan selamat. Ia tampak sehat meski wajahnya lesi pucat. Dengan busana casual, jeans dan tunik broken white, berfoto dengan Ai Nin yang mengenakan long dress batik tulis merah sambil memegang novel dengan hard cover biru laut. Novel itu bergambar nelayan tua yang sedang menaburkan jala di atas perahu cokelat.
Katrina, gadis sebatang kara itu masih bisa mengendarai sedan Accord Cielo peninggalan ayahnya, meskipun radang selaput otak yang dia derita bisa sewaktu-waktu kambuh menyerangnya. Ia saat ini hanya mengandalkan penghasilan dari menulis dan mengelola sebuah penerbitan. Ai Nin menitikkan air mata dan memeluk gadis itu erat-erat. Dalam hati ia berjanji untuk menjadikan persahabatan ini menjadi temali yang menguatkan satu sama lain.
"Seharusnya kau tak perlu susah payah menghadiri acara ini."