Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang memiliki dorongan untuk selalu berhubungan dengan orang lain. Itulah kenapa setiap orang mempunyai keinginan untuk menjalin hubungan yang intim dengan lawan jenis baik dalam konteks berpacaran atau mencari pasangan hidup.
Bukan hanya dalam rangka untuk memenuhi tugas perkembangannya, tapi mencari tambatan hati sudah menjadi naluri dari dalam diri individu khususnya dewasa awal. Kalau saja seandainya ada khursus menjadi pasangan yang baik, tentu populasi orang patah hati karena putus cinta atau bahkan kasus perceraian pasti akan menurun,bukan?
Sayangnya tidak ada khursus yang menyediakan pendidikan percintaan. Lalu bagaimana? Ya pastinya akan menjadi tantangan tersendiri bagi individu. Self-learning sudah pasti jalan keluarnya. Atau belajar dari pengalaman?
Kebanyakan individu belajar dari pengalaman masa lalunya dan ingin terus memperbaiki masa depan agar kesalahan di masa lalu tidak terulang kembali. Masa lalu pasangan yang paling berpengaruh berasal dari lingkungan terdekatnya,yaitu keluarga. Bagaimana pola asuh yang diterapkan, pola komunikasi dengan orang tua, dan kelekatan yang terbentuk antara orang tua dengan anak pasti secara langsung akan membentuk kepribadian anak yang dibawa hingga dewasa. Lalu,apakah pola kelekatan orang dewasa dengan pasangannya mencerminkan pola kelekatannya dengan orang tua di masa kanak-kanak?
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Hazen & Philip tahun 1987 mengungkapkan bahwa orang dewasa yang menunjukkan pola kelekatan yang aman dengan pasangannya cenderung memiliki pola kelekatan yang aman dengan orang tuanya di masa kecil. Individu yang menunjukkan pola kelekatan yang aman pasti memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap pasangannya, komitmen, dan persepsi yang positif terhadap masa depan hubungannya. Tidak sedikit dari mereka akan berlanjut hingga jenjang pernikahan.
Selanjutnya,bagaimana dengan individu dengan perlakuan orang tua yang tidak menentu? Perlakuan orang tua yang labil akan membawa dampak terhadap perilaku yang ditunjukkan anak ketika dewasa. Anak cenderung menjadikan contoh apa saja yang dilakukan orang tua, termasuk gaya pola asuh yang diterapkan. Nah,zaman sekarang banyak orang tua yang mendidik anak secara tidak konsisten. Hari ini dimarahi, besok disayang-sayang. Sadarkah mereka bahwa hal tersebut tidak pantas dilakukan? Tentu tidak semuanya sadar.
Dampak dari pola asuh yang tidak menentu dari orang tua membuat individu dewasa menjadi labil ketikan dewasa. Individu dewasa cenderung memiliki keraguan dalam hubungan sehingga mereka menunjukkan sikap menghindari atau menjaga jarak dengan pasangan dalam suatu hubungan. Individu merasa tidak membutuhkan pasangan dalam bentuk komunikasi secara tidak langsung ataupun kehadiran pasangan. Orang dewasa dengan tipe ini akan menutup diri secara emosional ketika mereka merasa dikecewakan oleh pasangan, hal ini terjadi ketika dihadapkan pada suatu pertengkaran yang serius dan dapat mengancam kelanjutan hubungan mereka. Jangankan untuk lanjut ke jenjang pernikahan, untuk melanjutkan hubungannya saja mereka belum tentu yakin.
Pernah melihat individu yang selalu merasa cemas dengan hubungannya? Ya, itu salah satu dampak dari pola kelekatan yang tidak aman atau biasa disebut dengan anxiety attachment dari orang tuanya. Biasanya ini terjadi pada orang tua dengan kasus marriage by accident atau orang tua yang bercerai. Perlakuan orang tua yang acuh tak acuh membuat anak merasa tidak diinginkan, tidak diperhatikan, dan membuat anak merasa tidak dekat dengan orangtuanya. Bagaimana dampaknya? Ia akan menunjukkan pola anxiety attachment pula dalam hubungan romantisnya.
Individu dewasa yang membentuk kelekatan tidak aman dengan pasangan akan merasa putus asa dalam hubungannya. Selain itu mereka juga akan memiliki kecemasan yang tinggi dalam menjalin hubungan, kurang bisa mempercayai pasangan, emosional, posesif, dan menuntut banyak hal terhadap pasangan. Individu akan merasa ingin selalu diperhatikan dan diyakinkan, mereka akan merasa cemas ketika tidak bersama dengan pasangannya. Individu pada tipe ini juga sulit untuk mengkomunikasikan keinginan mereka namun berharap pasangan dapat memahami perasaannya. Inilah yang membuat banyak individu mengalami hubungan yang tragis dan patah hati.
Kesimpulannya, pola kelekatan yang diterima anak ketika masa kanak-kanak akan terbawa hingga mereka dewasa terutama ketika dirinya menjalin hubungan romantis. Pola kelekatan individu menentukan sikapnya terhadap pasangan dan persepsinya terhapat pernikahan. Jadi, jangan melakukan kesalahan pada masa lalu sekalipun kamu sendiri menjadi korbannya melainkan belajarlah dari masa lalu agar kesalahan tersebut tidak terulang kembali.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H