Lihat ke Halaman Asli

Sudah Layak Menjadi Juru Bicara di Masa Genting? Ujian Praktek Manajemen Krisis sebagai Public Relations

Diperbarui: 11 Juni 2024   02:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Seorang Public Relations sangat terkait dengan menjaga citra dan reputasi suatu organisasi/perusahaan. Peran PR berpengaruh besar terhadap hal tersebut, lantaran itu lah tugas mereka untuk membuat pandangan publik yang baik terhadap organisasi/perusahaan. Terutama ketika organisasi/perusahaan tersebut mengalami masa krisis, tidak dipungkiri suatu organisasi/perusahaan dapat dilanda masalah, baik dari internal maupun eksternal. Di saat itu lah seorang PR menjadi penentu terbesar kesuksesan suatu organisasi/perusahaan mempertahankan citranya.

Menjadi seorang PR yang baik dan handal pastinya diperlukan pemahaman yang mendalam mengenai strategi manajemen krisis. Proses belajar tersebut dapat diawali dengan mengikuti kelas Manajemen Isu dan Krisis di masa perkuliahan. Saya, sebagai salah satu mahasiswi di Universitas Kristen Indonesia di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dengan jurusan Ilmu Komunikasi, memilih konsentrasi Public Relations sebagai studi yang ingin saya dalami. Di semester 3, saya mengikuti kelas Manajemen Isu dan Krisis dengan dosen pengampunya yaitu Marshelia Gloria Narida, S.S., M.A yang biasa dipanggil Kak Marshel.

Melalui kelas Manajemen Isu dan Krisis ini, Kak Marshel yang tidak hanya seorang dosen, tetapi juga memiliki segudang pengalaman menjadi Public Relations, memberikan begitu banyak ilmu mengenai strategi PR ketika organisasi/perusahaan dilanda isu atau krisis. Puncak ilmu yang saya dapat dalam mata kuliah ini adalah ketika Kak Marshel lepas tangan saat Evaluasi Akhir Semester. Di mana, pada EAS ini mahasiswa diuji menjadi juru bicara organisasi/perusahaan yang sedang berada di masa krisis.

Sistem simulasinya adalah seluruh mahasiswa/i di dalam satu kelas dibagi menjadi 6 kelompok. Kelompok pertama mendapat kasus “Gelombang Pengungsi Rohingya” di sini ada 2 pihak PR, yaitu PR UNHCR dan Humas Pemerintah RI (kementerian yang terlibat, TNI AL, polisi perairan, dan pemda NAD). Lalu kelompok kedua mendapat kasus “Bentrok Tenaga Kerja & Kecelakaan Kerja PT. GNI” mahasiswa sebagai PR PT. GNI. Kelompok ketiga mendapat kasus “Penemuan Cadaver di Kampus UNPRI” mahasiswa sebagai PR kampus. Lalu kelompok keempat menjadi PR capres 2024 paslon 01, kelompok 5 menjadi PR capres 2024 paslon 02, dan yang terakhir kelompok 6 sebagai PR capres 2024 paslon 03. Ketika kelompok  pertama maju, mahasiswa yang lain dapat mengajukan pertanyaan sebagai masyarakat, netizen, mahasiswa, wartawan, keluarga korban, dan pengamat politik

Saya mendapat kelompok di sesi ketiga, yaitu dengan kasus “Penemuan Cadaver di Kampus UNPRI”. Persiapan saya sebelum evaluasi berlangsung cukup panjang, dimulai dari berdiskusi dengan rekan PR saya yang lainnya untuk menukar pikiran dan menyamakan perspektif kami terhadap permasalahan di kampus UNPRI tersebut. Kami juga cukup rinci dalam membahas setiap detail dalam kasus tersebut, juga strategi apa yang akan kami gunakan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang kemungkinan akan diajukan ketika simulasi.

Selain persiapan yang dilakukan secara kelompok, saya juga menyiapkan materi yang akan saya sampaikan ketika simulasi, yaitu dengan mengumpulkan data-data mengenai semua hal yang berhubungan dengan kasus tersebut. Beberapa data yang saya kumpulkan adalah sebagai berikut:
1. Pengertian cadaver dan kegunaannya.
2. Cadaver digunakan dalam beberapa praktikum.
3. Kutipan dari Pengurus Besar Perhimpunan Ahli Anatomi Indonesia (PB PAAI), dr. Isabella Kurnia Liem, M.Biomed, PhD, PA mengenai tata pengelolaan khusus dalam menyimpan cadaver
4. Proses pengawetan cadaver berdasarkan SOP

Data-data tersebut merupakan hasil pembagian materi dengan anggota kelompok/rekan PR saya lainnya. Mengumpulkan data sebelum angkat bicara sebagai PR adalah salah satu hal yang selalu ditanamkan Kak Marshel ke mindset kami.

Saat hari-H simulasi, saya dengan rekan PR saya briefing di pagi hari mengenai alur ketika nanti giliran sesi kami berlangsung. Setelah itu dilanjutkan dengan kami berlatih masing-masing untuk melancarkan public speaking kami.

Ketika giliran kami mulai, saya dapat merasakan rasanya berdiri sebagai bagian dari suatu organisasi yang benar-benar mengalami krisis, dengan banyaknya pertanyaan dari publik eksternal yang pastinya tidak memihak kepada kami. Saya sebagai PR merasa defensive terhadap organisasi saya, sehingga saya dan rekan PR saya yang lain terus memutar otak bagaimana merespon pertanyaan dengan berdasarkan data, masuk akal, dan pastinya dengan etika yang baik. Walaupun proses simulasi berlangsung dengan kritis dan panas, tetapi saya mendapat banyak ilmu,pengalaman, dan juga gambaran kecil bagaimana seorang PR menjadi juru bicara organisasi/perusahaan ketika masa genting.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline