Lihat ke Halaman Asli

Syamsudin

Pencari Ilmu

Belajar Salat Lagi - Takbir

Diperbarui: 25 Agustus 2024   15:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Baamboozle.com

Temukan pula tulisan saya ini di Medium.com dan Blogger.com

Salat dibuka dengan takbir (lafal allahu akbar) dan diakhiri dengan salam (lafal assalamu 'alaikum wa rahmatullah). Takbir di awal salat disebut takbiratul ihram karena dengan mengucapkan lafal tersebut maka aktivitas selain salat, seperti makan, minum, dan berbicara. menjadi haram. Dalam Safinatun Naja karya Syaikh Salim bin Smeer Al Hadhrami disebutkan bahwa ada 16 syarat sahnya takbir, di antaranya adalah:

  • Dilakukan saat berdiri dalam salat fardu
  • Dilakukan saat menghadap kiblat
  • Memakai bahasa Arab
  • Menggunakan lafal jalalah (الله)
  • Menggunakan lafal akbar (اكبر)
  • Diucapkan berurutan (lafal allahu dulu lalu akbar)
  • Tidak memanjangkan huruf hamzah pada lafal allahu (اٰللّٰهُ)
  • Tidak memanjangkan ba (اَكْبَارُ) karena jika dipanjangkan, kata Imam Nawawi Al Jawi (Banten) berarti gendang besar atau bedug
  • Tidak menambahkan huruf wawu hidup di antara lafal allahu dan akbar (اَللهُ وَ اَكْبَرُ) ataupun wawu sukun (اَللهُ وْ اَكْبَرُ) 
  • Tidak boleh ada jeda berhenti di antara dua lafal meskipun sebentar
  • Harus terdengar oleh yang mengucapkan takbir
  • Tidak mendahului imam (jika sebagai makmum)

Imam Nawawi Al Jawi dalam Kasyifatus Saja fi Syarhi Safinatin Naja mengutip pendapat Imam Al Bajuri dan Imam Asy Syibramalisi tentang panjang mad pada lafal jalalah. Imam Al Bajuri mengatakan bahwa lafal takbir jangan qashr (pendek, dalam ilmu qiraat kata qashr bermakna panjang dua harakat) dan jangan terlalu panjang, sebaiknya tawassuth (sedang, dalam ilmu qiraat kata tawassuth artinya panjang empat harakat). Sementara itu Imam Asy Syibramalisi yang mengatakan bahwa mad pada lafal jalalah jangan melebihi tujuh alif (empat belas harakat). Jika membaca lebih dari itu, maka salatnya batal.

Syaikh Al Albani dalam Shifatu Sahalatin Nabiyy menjelaskan bahwa saat melafalkan takbir, kedua tangan diangkat sejajar pundak ( حذو منكبيه  / hadzwa mankibaih) atau sejajar telinga (حتى يحاذي بهما اذنيه  / hatta yuhadziya bihima udzunaih) dengan kondisi telapak tangan menghadap kiblat, tidak terlalu renggang jari-jarinya dan tidak dirapatkan (alamiah saja). Teknis mengangkat tangan dapat dilakukan sebelum takbir, bersamaan dengan takbir, dan setelah takbir.

Adapun hukum mengangkat kedua tangan saat takbir adalah sunah. Syaikh Abdul Qadir Ar Rahbawi dalam Ash Shalatu 'alal Madzahibil Arba'ah menyatakan bahwa para ulama berbeda pendapat tentang waktu mengangkat kedua tangan. Ulama Malikiyah dan Hanafiyah menyatakan bahwa mengangkat tangan hanya dilakukan saat takbiratul ihram saja, berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibban yang menyatakan bahwa saat Ibnu Mas'ud mengajarkan tata cara salat yang dipraktikkan oleh Rasulullah saw. kepada khalayak, Ibnu Mas'ud hanya mengangkat tangan saat takbiratul ihram saja.

Sementara itu ulama Hanabilah berpendapat bahwa mengangkat tangan ada di tiga tempat, yaitu: saat takbiratul ihram, saat akan rukuk, dan saat akan iktidal. Hal ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Al Bukhari, Muslim, dan Al Baihaqi dari Ibnu Umar yang diperkuat oleh lebih kurang 22 orang sahabat yang meriwayatkan hadis serupa.

Adapun ulama Syafi'iyah menyepakati ulama Hanabilah dan bahkan menambahkan satu tempat lagi, yaitu setelah tasyahud awal (saat akan berdiri di rakaat ketiga). Landasan pendapatnya adalah hadis yang diriwayatkan oleh Al Bukhari, Abu Daud, dan An Nasai dari Ibnu Umar dan hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Daud, dan At Tirmidzi dari Ali bin Abi Thalib bahwa Rasulullah saw. mengangkat kedua tangan setelah tasyahud awal.

Wallahu a'lam.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline