Lihat ke Halaman Asli

Surat dan Telepon

Diperbarui: 24 Juni 2015   16:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

#1
Mira, saya tulis surat ini, untuk kamu. Karena sore kemarin, tidak sengaja saya lewati rumah batu-bata yang sudah ditumbuhi lumut itu, iya, yang di dekat sungai itu. Nama rumah itu kenangan, Mira, di dekat sungai yang penuh air mata. Rumah itu terbuat dari batu-bata dan harum rambutmu. Tapi, Mira, rumah itu sekarang dipenuhi lumut dan bau apek. Batu batanya menghitam. Dan harum rambutmu sudah menguap sedari kamu mengepak koper untuk pergi ke kota yang bising.  Di antara deret kata yang panjang ini, saya hanya ingin berkata bahwa saya merindukanmu. Rindu yang pahit, Mira, lebih pahit dari kopi hitam.

#2
*kriiiiing*

"Assalamu'alaykum"
"Halo, ini Bima?"
"Iya, kamu jangan-jangan..."
"Ini gue, Mira."
"Oh! Mir, sudah lama sekali ya, tiga tahun loh...."
"Bim, gue cuma mau ngomong, makasih ya suratnya. Gue seneng banget."
"Iya Mira, saya kangen sekali... Waktu itu saya coba telepon kamu kok ndak bisa?"
"Gue ganti nomor telepon Bim. Gue gak biasa surat-suratan, jadinya gue nelpon elo deh."
"Oh begitu.... Mira, saya rasa..."
"Bim, gue buru-buru nih. Pokoknya thanks yaa, daaaaah."

*cklik*




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline