Lihat ke Halaman Asli

Kereta Kemarau

Diperbarui: 24 Juni 2015   13:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di balik kaca jendela kereta ini adalah kemarau yang baru datang, kemarau yang membawakan saya harum kayu manis. Kayu manis yang selalu saya sukai, yang manis tapi pahit.

Kemarin malam saya mendengar pluit kereta ini berbunyi, tanda bahwa kereta ini akan memasuki terowongan yang sangat panjang, terowongan terakhir katanya. Bunyi pluit itu membuat saya terbangun di tengah malam yang tidak berduka. Hanya mendung. Kemudian tiba-tiba datang hujan yang terlalu lebat karena dipasung kering berhari-hari. Dingin. Dingin. Dingin. Saya bersembunyi di bawah selimut.
Lagi saya terbangun, tapi hari masih belum juga terang. Saya melihat kabut dimana-mana. Hanya ada kabut dan hijau alam. Komposisi pagi itu seperti sebuah Sabda Alam yang menenangkan pun mencekam. Berada di balik kabut membuat saya nyaman. Oh tapi juga ngeri! Kemudian saya dengar pohon-pohon bermonolog, berbisik-bisik tentang hal-hal yang tidak saya mengerti.
Saya ketakutan!
/////////////////////////////////////////////////////////////////////
Kemudian ada biru dari langit dan burung gereja yang bebas.

Ya, sekarang sudah kemarau. Mungkin nanti malam akan hujan lagi. Tapi tidak apa-apa, karena sekarang kemarau. Dan pohon-pohon akan meranggas. Dan kabut tidak akan lagi menyiratkan lara.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline