Lihat ke Halaman Asli

MUHAMMAD ARIS

Muhammad Aris

Bolehkah Tenaga PTT-Honorer ikut Kampanye Pilkada?. Ini Jawabannya.

Diperbarui: 16 Oktober 2024   12:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dr. Bachtiar Boetal (TA Bawaslu RI) - M. Aris, SH (Ketua JaDi Kab. Batang Hari diacara  yang digelar Bawaslu Batang Hari, 14 Okt 2024. f:dokpri

"Seorang PPNPN dilarang ikut terlibat kampanye, dan larangan itu berlaku sama dengan mereka yang berstatus ASN"

Tahapan dan jadwal kampanye Pilkada Serentak 2024 telah berlangsung sejak 23 September  sampai 23 November 2024. Tentunya, banyak pertanyaan yang muncul keterlibatan sejumlah pihak yang dilarang ikut dilibatkan atau ikut berkampanye pada Pilkada Serentak 2024. Salah satu yang selalu menjadi ajang pertanyaan disejumlah forum sosialisasi dan diskusi yang digelar penyelenggara pemilihan, penggiat pemilu adalah status PPNPN (pegawai pemerintah non pegawai negeri) yang selama ini di daerah dikenal dengan sebutan PTT (pegawai tidak tetap) atau pegawai honorer.

Menurut Dr. Bachtiar Boetal, SH, MH, M.Si (Tenaga Ahli Bawaslu RI) yang menjadi pemateri dalam rapat koordinasi bersama stakeholder dalam rangka menghadapi potensi pelanggaran pada tahapan kampanye pada Pilkada Serentak 2024 yang digelar Bawaslu Kabupaten Batang Hari, 14 Oktober 2024 yang digelar di aula Balai Guru Penggerak Provinsi Jambi, Muara Bulian, mengatakan bahwa seorang PPNPN dilarang ikut terlibat dalam kampanye pasangan calon di Pilkada. "Seorang PPNPN dilarang ikut terlibat kampanye, dan larangan itu berlaku sama dengan mereka yang berstatus ASN" tegasnya dihadapan peserta rakor yang dihadiri pimpinan OPD, Camat, Panwascam, Pemantau Pemilihan.

Larangan itu, ungkap Bachtiar, tertuang dalam Surat Edaran Menteri PAN dan RB Nomor 1 Tahun 2023 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Netralitas Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri Dalam Penyelenggaraan Pemilu dan Pemilihan.

Dalam SE Kemenpan dan RB tersebut, menegaskan, bahwa setiap PPNPN wajib bersikap netral dan bebas dari pengaruh dan.atau intervensi semua golongan atau partai politik dalam penyelenggaraan pemilihan umum dan pemilihan. Selanjutnya, dalam rangka mewujudkan netralitas PPNPN, setiap PPK dan PyB (pihak yang berwenang) wajib melakukan Upaya pembinaan dan pengawasan netralitas PPNPN antara lain; melakukan sosialisasi asas netralitas kepada seluruh PPNPN melalui berbagai kegiatan atau dengan menggunakan berbagai media, mengupayakan terus menerus terciptanya iklim yang kondisif agar asas netralitas tetap terjaga, melakukan pengawasan terhadap PPNPN dilingkungan instansi masing-masing dalam masa Pemilu dan Pemilihan, menindaklanjuti dugaan pelanggaran asas netralitas oleh PPNPN dan/atau mengenakan sanksi atau konsekuensi hukum terhadap PPNPN yang melanggar asas netralitas sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, sanksi yang diberikan dikenakan secara bertingkat sampai dengan pemutusan hubungan kerja sebagaimana tercantum dalam perjanjian kerja tahunan antara instansi pemerintah dengan PPNPN, menyampaikan hasil penanganan pelanggaran dan pengawasan netralitas ASN yang dibentuk berdasarkan Keputusan Bersama tahun 2022 tentang pedoman pembinaan dan pengawasan netralitas pegawai ASN dalam penyelenggaraan Pemilu dan Pemilihan.

Bila kita membaca seksama putusan MK RINomor. 52/PUU-XXII/2024, pada pertimbangan hukumnya (3.15/halaman 56), menegaskan, bahwa tidak terdapat lagi perbedaan rezim pemilihan antara Pemilu dan Pilkada, karena itu, kedepan pembentuk undang-undang perlu melakukan harmonisasi dan sinkronisasi antara undang-undang pemilu dan undang pemilihan kepala daerah yang selanjutnya diikuti harmonisasi dan sinkronisasi hingga peraturan perundang-undangan dibawahnya sehingga pemilu dapat berlangsung secara demokratis, jujur, adil dan adil serta berkepastian hukum sebagaimana dijamin dalam Pasal 18 ayat (4), Pasal 22E ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.

Karena itu, kata Bachtiar, bahwa bila suatu ketentuan tidak diatur di UU Pilkada namun itu ada diatur di UU Pemilihan, maka penerapan hukumnya sama antara regulasi Pemilu dan Pemilihan. Misalnya, anggota BPD (Badan Permusyawaratan Daerah) ada larangan tidak boleh ikut atau terlibat kampanye pemilu sesuai UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, namun larangan itu tidak diatur jelaa di UU Pilkada, maka terhadap status anggota BPD diterapkan aturan sama di Pilkada.

Sementara itu, bila kita mengacu pada ketentuan Pasal 96 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor  49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja, bahwa yang dimaksud dengan pegawai non PNS atau non PPPK antara lain pegawai yang saat ini dikenal sebutan tenaga honorer atau sebutan lainnya. (*)

(*Penulis adalah Muhammad Aris, SH/Ketua Presidium Jaringan Demokrasi Indonesia (JaDi) Kabupaten Batang Hari/Komisioner KPU Kabupaten Batang Hari 2008-2013/Advokat berdomisili di Kabupaten Batang Hari, Jambi).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline