Lihat ke Halaman Asli

MUHAMMAD ARIS

Muhammad Aris

JaDi Batang Hari: UU Pilkada Tidak Pernah Konsisten

Diperbarui: 23 Agustus 2024   07:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Salahsatu aksi menentang Revisi RUU Pilkada. f: BBC News Indonesia.

"Sejak Pilkada langsung 2005, 2010, 2015 dan 2020, dan menghadapi Pilkada 2024, norma persyaratan pengusungan paslon oleh partai politik selalu mengalami perubahan alias tidak pernah konsisten"

PUTUSAN Mahkamah Konstitusi RI Nomor 60/PUU-XII/2024 yang mengubah norma ketentuan Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 dari pengusulan pencalonan pasangan calon berdasarkan minimal 20 persen dari jumlah kursi DPRD diubah menjadi pengusulan pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota oleh partai politik berdasarkan perolehan antara 6,5 persen sampai 10 persen suara sah dengan mempertimbangkan jumlah penduduk yang termuat dalam daftar pemilih tetap  di masing-masing daerah, bahkan MK membuka kran bagi partai politik yang tidak meraih kursi di DPRD bersangkutan dapat mengusung pasangan calon.

Muhammad Aris, SH, Ketua Presidium Jaringan Demokrasi Indonesia (JaDi) Kabupaten Batang Hari, mengatakan, bahwa sejak pemilihan dilakukan secara langsung, UU Pilkada selalu mengalami perubahan (revisi) menjelang dimulainya tahapan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota atau setidaknya sebelum pembukaan pendaftaran bakal pasangan calon ke KPU di Daerah. "Dari kajian yang kita lakukan, UU Pilkada tidak pernah konsisten khususnya terkait persyaratan pengusulan pasangan calon oleh partai politik," kata Aris.

M. Aris, SH/Ketua Presidium JaDi Kabupaten Batang Hari, Jambi. f:dokpri.

Hasil kajian tersebut membuktikan, ungkap Aris, bahwa putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 60/PUU-XII/2024 dinilai ada kemiripan dalam penerapan syarat pengusungan pasangan calon oleh partai politik dengan apa yang telah diberlakukan pada Pilkada 2010, bedanya pada putusan MK nomor 60 tersebut hanya menerapkan  norma baru berdasarkan kriteria jumlah penduduk yang termuat dalam daftar pemilih tetap di daerah bersangkutan untuk menentukan persentase perolehan suara sah antara 6,5 % sampai 10 %, dan tidak lagi menjadi syarat berdasarkan perolehan alokasi kursi di DPRD. "Regulasi di Pilkada 2010 dengan putusan MK nomor 60 itu, sepertinya ada kemiripin subsatansi dalam penentuan syarat usung paslon oleh yang memperbolehkan partai politik non parlemen," ungkap Aris.

Pada Pilkada 2015 dan 2020, syarat pengusulan pasangan calon oleh partai politik atau gabungan partai politik adalah minimal 20 persen dari kursi DPRD atau minimal 25 persen akumulasi suara sah hasil pemilihan umum yang hanya berlaku bagi partai politik yang meraih kursi di DPRD bersangkutan, Sementara di Pilkada 2005 dikisaran 15 persen dari alokasi kursi  dan 15 persen dari alokasi suara.

Perkembangan regulasi UU Pilkada dalam syarat partai politik mengusung pasangan calon disetiap momen pilkada di Indonesia ada perbedaan penerapan, berikut perbedaan persyaratan dan landasan hukumnya:

Pilkada 2005.

Pada pelaksanaan Pilkada 2005, sebut Aris, partai politik atau gabungan partai politik dapat mendaftarkan pasangan calon apabila memenuhi persyaratan perolehan kursi sekurang-kurangnya 15 persen dari jumlah kursi DPRD atau minimal 15 persen dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan. "Kalau kita melihat dalam penjelasan Pasal 59 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2004, partai politik atau gabungan partai politik yang dapat mengusung pasangan calon adalah partai politik yang memiliki kursi di DPRD," kata Aris.

"Partai politik atau gabungan partai politik dapat mendaftarkan pasangan calon apabila memenuhi persyaratan perolehan kursi sekurang-kurangnya 15 persen dari jumlah kursi DPRD atau minimal 15 persen dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan (hanya diperkenankan partai politik peraih kursi di DPRD)"

Pilkada 2010.

Kemudian, pada Pilkada 2010, jika kita berkaca pada ketentuan Pasal 59 ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008, menyebutkan partai politik atau gabungan partai politik dapat mendaftarkan pasangan calon apabila memenuhi persyaratan perolehan kursi sekurang-kurangnya 15 persen dari jumlah kursi DPRD atau minimal 15 persen dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan, hanya saja partai politik yang tidak meraih kursi di DPRD diperkenankan mengusung pasangan calon. "Pilkada 2020, partai politik yang tidak meraih kursi diperbolehkan mengusung pasangan calon berdasarkan perolehan suara sah," kata Aris.

"Partai politik atau gabungan partai politik dapat mendaftarkan pasangan calon apabila memenuhi persyaratan perolehan kursi sekurang-kurangnya 15 persen dari jumlah kursi DPRD atau minimal 15 persen dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan (diperkenankan bagi partai politik yang tidak memperoleh kursi di DPRD,"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline