Lihat ke Halaman Asli

Shakila Imaniar

S1 Ilmu Hubungan Internasional - Universitas Airlangga

Peran UNESCO sebagai Organisasi Internasional dalam Meningkatkan Tingkat Literasi Global Melalui Perspektif Aksiologi

Diperbarui: 3 Juni 2023   21:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Literasi merupakan kunci untuk memperluas pengetahuan (Jatnika 2019). Dengan kemampuan literasi yang baik, seseorang bisa lebih memaknai pengetahuan dan kebenaran yang ia peroleh. Sayangnya, terdapat ketimpangan kemampuan literasi antar-negara sehingga kemajuan global yang setara pun sulit untuk dicapai. Maka dari itu, penulis ingin membahas lebih lanjut terkait peran penting organisasi internasional dalam meningkatkan tingkat literasi global di era yang semakin terhubung, seperti sekarang ini. Adapun organisasi internasional United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) menjadi fokus pembahasan topik ini. Pasalnya, UNESCO telah bekerja untuk mewujudkan visinya dalam meningkatkan tingkat literasi global. Selain itu, Pendekatan UNESCO terhadap literasi terus berkembang seiring dengan perubahan definisi literasi di dunia yang semakin terdigitalisasi. Selanjutnya, program peningkatan literasi yang telah dijalankan UNESCO tersebut akan penulis tinjau menggunakan perspektif aksiologi. Dengan perspektif tersebut, penulis akan meninjau terkait apakah nilai dan kegunaan program tersebut benar-benar berguna untuk peningkatan kualitas kesejahteraan dan kemaslahatan umat manusia atau tidak.

Di era globalisasi, seperti sekarang ini, organisasi internasional memiliki peran yang penting. Pasalnya, batas-batas negara tidak lagi menjadi hambatan sehingga menyebabkan seluruh masyarakat dunia kini lebih terkoneksi antara satu sama lain. Hal ini pastinya tidak terlepas dari perkembangan teknologi. Namun, terjadi ketimpangan dalam perkembangan teknologi pada setiap negara sehingga dampak positif globalisasi tidak merata secara global. Ketimpangan tersebut tidak terlepas dari perkembangan pendidikan di negara itu pula. Pada negara yang telah mencapai pendidikan yang berkualitas, mereka cenderung memiliki tingkat literasi yang tinggi. Tingkat literasi inilah yang memungkinkan adanya pembangunan berkelanjutan di suatu negara sehingga negara tersebut dapat menjadi negara maju. Sayangnya, terlepas dari kemajuan teknologi yang pesat sekarang ini, terdapat sekitar 771 juta anak muda dan orang dewasa yang masih belum bisa membaca dan menulis, khususnya di negara berkembang (UNESCO 2023). 

Untuk itu, diperlukan peran organisasi internasional dalam membantu meratakan tingkat literasi global agar tidak ada masyarakat yang tertinggal oleh berkembangnya zaman sehingga ketimpangan antar-negara juga dapat teratasi. Organisasi internasional berperan dalam mengidentifikasi tantangan literasi, mendorong kebijakan yang mendukung pendidikan, serta menyediakan  sumber daya dan program yang memperkuat literasi di berbagai negara. Dengan begitu, peran organisasi internasional sangat penting dalam meningkatkan tingkat literasi global untuk mencapai kemajuan yang berkelanjutan di seluruh dunia. Bahkan, sejak tahun 2015, organisasi internasional, yakni Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah menyepakati tujuan bersama negara dunia untuk mencapai pembangunan berkelanjutan bersama yang disebut sebagai Sustainable Development Goals (SDGs). SDGs ini ditentukan sebagai 17 poin agenda utama pembangunan dunia untuk perdamaian dan kemakmuran global di masa sekarang maupun mendatang (PBB t.t.). Adapun poin nomor empat dalam SDGs merupakan pendidikan berkualitas yang mana peningkatan dan pemerataan tingkat literasi global menjadi salah satu agendanya. Maka dari itu, UNESCO sebagai organisasi internasional yang berfokus pada bidang pendidikan dan budaya sekaligus bagian dari PBB pastinya turut berkontribusi untuk menyukseskan agenda ini.

Sejak tahun 1964, UNESCO telah bekerja untuk mewujudkan visi literasi global dengan keyakinan bahwa keterampilan literasi merupakan hak pendidikan yang membawa manfaat besar dalam pemberdayaan masyarakat (UNESCO 2023). UNESCO mendefinisikan literasi sebagai rangkaian pembelajaran dan kemahiran dalam membaca, menulis dan menggunakan angka sepanjang hidup. Selanjutnya, literasi juga merupakan bagian dari rangkaian keterampilan yang lebih besar yang mencakup keterampilan digital, literasi media, pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan dan kewarganegaraan global serta keterampilan khusus pekerjaan. UNESCO juga memandang bahwa keterampilan literasi itu sendiri akan berkembang ketika orang semakin terlibat dengan informasi dan pembelajaran melalui teknologi digital. Menyadari pentingnya literasi, UNESCO pun menggiatkan program-program yang diusungnya ke berbagai negara sebagai upaya meningkatkan literasi global. UNESCO bekerja melalui jaringan globalnya, seperti kantor sekretariatnya di negara anggota PBB dan mitranya untuk memajukan keaksaraan dalam kerangka pembelajaran seumur hidup dan menangani target tingkat literasi 4,6 dalam poin keempat SDGs dan Kerangka Aksi Pendidikan 2030. UNESCO juga mempromosikan pembelajaran dan pendidikan orang dewasa melalui UNESCO Institute for Lifelong Learning (UIL) yang mana juga menekankan pada aspek literasi digital. Selain itu, UNESCO juga memprioritaskan pendidikan berkualitas untuk anak-anak dan perempuan, khususnya di negara berkembang melalui proyek Literacy Initiative for Empowerment (LIFE).

Berbagai program peningkatan literasi global yang diusung UNESCO tersebut dapat ditinjau melalui perspektif aksiologi dalam filsafat ilmu. Aksiologi sendiri merupakan cabang filsafat yang mengkaji tentang orientasi atau nilai suatu hal yang ada di kehidupan (Adib 2010, 78). Secara moral, aksiologi dimaknai sebagai hubungan antara penggunaan suatu ilmu dengan kegunaannya dalam memenuhi kebutuhan manusia. Maka dari itu, penulis ingin meninjau apakah nilai dan kegunaan program yang diusung UNESCO sebagai upaya peningkatan literasi global tersebut benar-benar berguna untuk peningkatan kualitas kesejahteraan dan kemaslahatan umat manusia atau tidak. Data dari UNESCO menunjukkan bahwa meskipun masih terdapat 771 juta orang yang belum bisa membaca dan menulis, lebih dari 86% populasi dunia sudah dapat membaca dan menulis. Hasil tersebut menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan dibandingkan pada tahun 1979 yang mana hanya 68% populasi dunia saja yang bisa membaca dan menulis.

Beberapa bukti konkret manfaat dari program yang diusung UNESCO selanjutnya akan penulis sampaikan melalui dampaknya di setiap negara. Pada tahun 1950-an pasca perang di Korea, UNESCO memimpin program produksi buku teks pendidikan utama untuk Korea pada tahun 1950-an. Ban Ki-Moon, Mantan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa yang dahulunya merupakan siswa yang terdampak tersebut merasa terbantu. Ia mengungkapkan pentingnya program semacam itu bagi pembangunan negaranya, yaitu Korea di kancah dunia. Pada tahun 1960-an, Peru mengalami periode ekspansi yang berkepanjangan sehingga tidak semua orang Peru dapat memperoleh manfaat dari pertumbuhan ini yang terbatas pada pesisir industri. Sebaliknya, masyarakat di pedesaan kecil Andes sedang berhadapan dengan kemiskinan, buta huruf dan depopulasi. Maka dari itu, UNESCO membuat program kelas melek huruf bagi masyarakat yang kurang beruntung di Peru tersebut. Program tersebut telah memungkinkan masyarakat pedesaan kecil di Andes, Peru untuk menemukan dunia di luar desa kecilnya melalui literasi (UNESCO, 2023). Selanjutnya, di Indonesia sendiri, pada tahun 2017, UNESCO telah bekerja sama dengan Kemendikbud untuk meningkatkan tingkat literasi digital di Indonesia melalui media informasi. UNESCO menyediakan modul kurikulum yang siap digunakan untuk kebutuhan pendidikan Indonesia. UNESCO juga mengusulkan untuk melakukan launching kegiatan bersama. Hal ini pun disetujui oleh Muhadjir Effendy selaku Menteri Kemendikbud saat itu.  Sekarang, dampak dari program tersebut dapat dirasakan dengan meningkatnya kesadaran literasi masyarakat Indonesia (KWRI UNESCO, 2017).

Berdasarkan penjelasan sebelumnya, dapat penulis simpulkan bahwa ditinjau dari perspektif aksiologi filsafat ilmu, UNESCO sebagai organisasi internasional mampu meningkatkan tingkat literasi global yang bermanfaat pula bagi masyarakat dunia dalam membangun keberlanjutan negaranya. Tidak hanya itu, UNESCO juga berhasil dalam meningkatkan kesadaran masyarakat global terkait pentingnya literasi digital di era berkembang pesatnya teknologi, sekarang ini. Namun, di dunia yang berubah semakin cepat ini, meskipun kemajuan global telah berkembang dengan pesat, masih terdapat banyak orang, khususnya di negara berkembang belum mendapatkan keterampilan membaca dan menulis. Maka dari itu, perlu digiatkan lebih lagi program kelas literasi, baik literasi konvensional maupun digital. Selain itu, dibutuhkan investasi besar-besaran dalam keterampilan untuk pekerjaan dan kehidupan, pelatihan guru dan kebijakan pendidikan. Dengan begitu, untuk meningkatkan tingkat literasi global, tidak hanya organisasi internasional saja yang diandalkan, melainkan juga membutuhkan kerja sama seluruh pihak, baik pemerintah maupun masyarakat dalam mewujudkan pendidikan berkualitas yang berkelanjutan.

Referensi:

Adib, Mohammad, 2010. Filsafat Ilmu: Ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Jatnika, Shiva A., 2019. "Budaya Literasi untuk Menumbuhkan Minat Membaca dan Menulis", Indonesian Journal of Primary Education, 3(2):1-6.

KWRI UNESCO, 2017. "UNESCO Bantu Tingkatkan Media Informasi Literasi di Indonesia" [online]. in https://kwriu.kemdikbud.go.id/berita/unesco-bantu-tingkatkan-media-informasi-literasi-di-indonesia/ 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline