Setiap tanggal 1 Mei, dunia memperingati hari Buruh Internasional (May Day). Peringatan hari buruh berawal dari aksi protes 200.000 buruh di Amerika yang melakukan mogok masal menuntut 8 jam kerja dan aksi "Haymarket Affair" yaitu bentrok fisik antara buruh dengan aparat yang terjadi pada tahun 1886. Sehingga 3 tahun kemudian, Konferensi Sosialis Internasional memperingati Haymarket affair sebagai hari libur bagi para buruh setiap tanggal 1 Mei.
Di Indonesia sendiri sebetulnya peringatan hari buruh sudah diperingati sejak masa Orde Lama yaitu Pemerintahan Presiden Soekarno, Presiden Soekarno kala itu memberikan ruang yang bebas bagi kaum buruh untuk berserikat, berkumpul, mengkritik, dan berpendapat yang disebut dengan istilah "politieke toestand". Selain itu Presiden Soekarno meminta kaum buruh untuk melakukan machtsvorming, yakni proses pembangunan atau pengakumulasian kekuatan, yang mewadahi perjuangan kaum buruh dalam melakukan aksi perlawanan dalam serikat buruh dan menggelar kursus-kursus politik.
Namun pada masa Orde Baru dibawah kepemimpinan Presiden Soeharto, Hari Buruh identik dengan ideologi komunisme yang saat itu sangat dilarang keberadaannya. Karena itu, penetapan Hari Buruh internasional pada 1 Mei pada masa Order Baru sempat ditiadakan. Dilansir Kompas.com, Minggu (1/5/2016), langkah awal pemerintahan Soeharto untuk menghilangkan perayaan May Day dilakukan dengan mengganti nama Kementerian Perburuhan pada Kabinet Dwikora menjadi Departemen Tenaga Kerja.
Memasuki masa Reformasi, yang mana di era Reformasi ini lah masa "kebebasan" untuk berpendapat diberikan ruang, termasuk kaum buruh, pada era reformasi ini pula kaum buruh menyuarakan tuntutannya, kaum buruh turun ke jalan, menggelar aksi demo menyuarakan kesejahteraan bagi kaum buruh.
Bukan hanya buruh yang menggelar aksi demo, tapi juga ribuan mahasiswa menuntut agar 1 Mei kembali dijadikan Peringatan Hari Buruh dan Hari Libur Nasional. Tuntutan buruh semakin keras pada saat Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), mereka menuntut revisi Undang - Undang Ketenagakerjaan hingga jaminan sosial, yang pada akhirnya melahirkan program BPJS Kesehatan hingga BPJS Ketenagakerjaan. Selain itu pada tahun 2013, Presiden SBY menerbitkan Keputusan Presiden (KEPPRES) No 24 Tahun 2013 yang menetapkan 1 Mei sebagai hari libur nasional, dan mulai berlaku sejak 1 Mei 2014.
Setiap peringatan 1 Mei, kaum buruh selalu turun ke jalan menyuarakan kesejahteraan buruh, mulai dari upah, pemberian fasilitas perumahan, fasilitas kesehatan, fasilitas pendidikan untuk anak buruh, dan angkutan publik berkualitas sampai kaum buruh yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Sampai saat ini, buruh yang terkena PHK, dikutip media CNN tercatat sebanyak 2,8 juta pekerja terkena PHK terlebih ini juga karena dampak dari adanya pandemi Corona. Banyak kaum buruh kehilangan penghasilannya dan mereka kesulitan untuk memenuhi kebutuhan pokok, dan ini menyebabkan peningkatan kasus kemiskinan di Indonesia.
Ditengah maraknya buruh yang kehilangan pekerjaannya, kita dihebohkan dengan berita maraknya kedatangan Tenaga Kerja Asing (TKA) ke Indonesia untuk bekerja. Di masa Pemerintahan Joko Widodo, jumlah TKA asal setiap tahun semakin meningkat. Berdasarkan data Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI, Pada tahun 2017 ada sebanyak 24.865 TKA Cina, tahun 2018 sebanyak 32.209 pekerja, tahun 2019 sebanyak 35.600 pekerja, dan data terbaru tahun 2020 sebanyak 40.000 TKA asal Cina di Indonesia. TKA asal Cina inilah yang paling mendominasi TKA yang bekerja di Indonesia.
Di saat wabah pandemi Corona ini pun Pemerintah Indonesia saat ini masih saja mengizinkan TKA Cina untuk datang ke Indonesia untuk bekerja, belum lagi rencana 500 TKA Cina akan datang ke Indonesia yang masuk melalui Sulawesi Tenggara, namun kedatangan 500 TKA Cina itu juga menuai penolakan dari pemerintah dan DPRD setempat.
Miris rasanya, ketika masyarakat kita para kaum buruh lokal mengeluh kehilangan pekerjaan, kesulitan untuk memenuhi kebutuhan bahkan untuk makan sehari-hari, di satu sisi kita menyaksikan TKA dengan mudahnya masuk dan mendapat lapangan pekerjaan.
Pemerintah Indonesia yang menjadi harapan kaum buruh untuk dapat mensejahterakan rasanya masih jauh dapat terwujud. Ombimbus Law Rancangan Undang - Undang (RUU) Cipta Kerja yang diusulkan pemerintah justru menimbulkan polemik. Selain dalam pembahasannya tidak melibatkan serikat buruh, juga konten RUU tersebut dinilai sangat merugikan kaum buruh, seperti pasal yang mengatur terkait upah minimum, dalam draft RUU Cipta Kerja tidak lagi diatur soal upah minimum kabupaten (UMK) dan upah minimum sektoral kabupaten/kota (UMSK).