Mengamati, adalah salah satu cara untuk memahami objek yang kita amati. Dengan mengamati kita dapat memperoleh informasi dari objek tersebut.
Namaku Adira, aku hanya gadis biasa seperti gadis pada umumnya. Aku tidak bisa bilang kalau aku mirip mereka seutuhnya, karena aku sedikit berbeda dari mereka. Aku tipe orang yang senang mengamati, dengan mengamati aku mendapat banyak informasi, entah itu dari benda mati atau benda hidup, kebiasaan ini tidak bisa terlepas dariku.
Kebiasaan ini sudah ada sejak aku kecil. Kebetulan saat aku berumur enam tahun, Ibuku mengajakku ke rumah sahabatnya yang kebetulan memiliki anak perempuan yang sebaya denganku, Karissa. Ia sangat baik.
Saat kedua Ibu kami larut dalam pembicaraan mereka, ia akan mengajakku ke kamar dan bermain boneka. Tidak lama setelah bermain, Ibunya Karissa memanggil kami untuk makan siang. Saat itu aku hanya duduk di sofa sendirian, menunggu makan siang disiapkan. Aku tidak tahu saat itu Karissa ada di mana. Ibu memanggilku ke meja makan, aku lihat Karissa membantu Ibunya menyiapkan makanan. Kami pun makan dengan tenang.
Begitu selesai makan, aku dan Karissa bermain oper bola. Saat giliranku untuk menangkap, bola itu melambung tinggi sehingga tanganku tidak dapat meraihnya. Bola itu jatuh cukup jauh. Aku berlari dan mengambil bola itu. Saat aku hendak kembali menuju tempat aku dan Karissa bermain, samar-samar aku mendengar pembicaraan kedua Ibu kami.
"Jeng, kamu beruntung banget ya, punya anak kaya Karissa. Udah anaknya cantik, sopan, bisa ngerjain kerjaan rumah lagi."
Ibunya Karissa menanggapi dengan senyuman. "Mungkin karena Karissa sering lihat aku ngeberesin rumah. Lagian gak semua pekerjaan rumah bisa dia kerjain, cuma yang ringan-ringan aja."
"Iri deh aku. Anakku, si Adira, gak pernah bantu aku beresin rumah kalau nggak disuruh. Kerjaannya cuma maiin mulu."
"Wajarlah anak kecil kerjaannya main mulu, kan lagi umurnya. Kalau nggak, coba mintanya dengan lembut, siapa tau jadi mau." balas Ibunya Karissa.
Setelah itu, aku tidak bisa mendengar pembicaraan mereka, lebih tepatnya aku tidak paham. Mereka terus mengeluarkan kata-kata yang tidak aku pahami, mataku terus fokus pada raut wajah Ibu. Aku tidak terlalu mengerti arti ekspresi wajahnya, tetapi di saat yang sama aku mengerti maksud dari mimiknya itu. Ibu ingin aku mengamati sekelilingku dan peka. Mungkin ini awal mula kebiasaan mengamatiku muncul.
Semenjak itu, aku membantu Ibu mengerjakan pekerjaan rumah. Ibu terlihat sangat senang aku membantunya, begitu juga denganku. Tanpa kusadari, semakin lama aku menjadi sering mengamati orang-orang yang ada di sekitarku. Gaya bicara, cara mereka menatap lawan bicara mereka, gerak gerik yang muncul tanpa disadari, dan yang lainnya.