Lihat ke Halaman Asli

Syafruddin Muhtamar

Mengajar dan Menulis

Heboh Charlie Hebdo

Diperbarui: 17 Juni 2015   11:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sepekan setelah seluruh dunia merayakan kedatangan tahun baru 2015, publik dikejutkan berita penyerangan sebuah kantor majalah satir di Prancis. 11 Januari ketika masih hangat suasana natal indah pada musim yang dingin di Eropa, 12 orang di dalam kantor Charlie Habdo harus meregang nyawa. Berondongan peluru menghujani rapat redaksi yang sedang berlangsung, tragedi berdarah tak terhindarkan. Serakan darah yang tumpah dan kesedihan setelahnya, menjadi noda bagi hikmat perayaan natal dunia di ujung tahun 2014 itu.

Sejenak dunia terhenyak. Setelah itu gelombang simpatik mengalir dari seluruh penjuru dunia. Simpati dan memberikan dukungannya kepada Charlie Habdo. Memaki dan melayangkan kutukannya pada pelaku kejahatan yang telah menimbulkan tragedi berdarah. Segera setelahnya, pihak keamanan memburu orang-orang yang dianggap bertanggungjawab atas kejadian keji tersebut. Tersebutlah dua nama paling mungkin jadi tersangka; Cherif Kouachi and Said Kouachi. Dua bersaudara ini yang kemudian diidentifikasi sebagai ‘muslim’ dan dicurigai berafilisai dengan kelompok teror paling mengerikan, ISIS atau Al Qaidah. Seorang nama perempuan, yang ditengarai istri dari salah seorang pelaku penembakan, dikejar dan dicurgai akan mencari perlindungan di hingga ke ‘markas’ ISIS.

Dan menyeruaklah di tengah publik dunia sebuah pandangan mainstrem; kelompok teror ‘muslim’ melakukan penyerangan bersenjata terhadap kantor majalah yang telah menghina nabi yang paling dimuliakan. Media-media dunia turut memberikan gambaran yang sama; telah terjadi serangan terhadap kebebasan berekspresi oleh satu elemen masyarakat yang ‘anti kebebasan’. Kebebasan berekspresi dilawan dengan ‘keimanan’ yang meneror. Dunia makin diyakinkan akan adanya elemen-elemen penggangu kebebasan masyarakat dunia. Dan karenanya juga mereka harus diperangi.

Publik dunia juga mengetahui bagaimana jejak ‘menghina’ Charlie Habdo sebagai majalah satir terhadap tokoh-tokoh suci, telah membuat sedih dan marah banyak kaum religius, terutama kaum muslim dunia. Kali ini Charlie Habdo membuat kehebohan baru diawal tahun baru 2015, dengan memuat kembali karikatur nabi suci dengan kesenonohan yang sulit diterima kaum beriman Islam.

Peradaban yang Membusuk

Fenomena satir Charlie Habdo dan pembunuhan atas penghinaan adalah satu gambar dari sebuah mozaik peradaban manusia yang tengah dalam masalah serius. Abad 21 adalah abad yang diklaim sebagai puncak emas peradaban moderen, kini nampaknya akan kembali meluncur ke titik nadir. Berbagai bencana dan tragedi kemanusiaan sebagai refleksi atas‘kecerdasan’ manusia moderen, baik mewujud lewat perang antar bangsa dan negara, kejahatan terorganisir, terorisme, penyakit, bencana alam, kemiskinan dan kemerosotan moral, memberi kita penglihatan atas sebuah peradaban yang tengah membusuk.

Jika sebuah apel yang segar dan tentu saja tanpa gangguan hama, akan nikmat bagi kita mengkonsumsinya, bahkan sebelum manis buah apel itu memasuki kerongkongan, pandangan kita telah dibuat senang akan buahnya yang montok. Namun dihadapan kita sekarang ini adalah apel yang digerogoti ulat penghancur buah.

Peradaban moderen atau katakanlah peradaban Barat karena modernisme ini mengakar pada ‘pandangan dunia’ Barat, adalah ‘satu-satunya’ peradaban yang berusaha menjelmakan dirinya dalam universalisme dengan beragam cara kepada seluruh bangsa-bangsa di dunia, 5 abad terakhir. Peradaban ini membawa mimpi agung yang ditandai dengan nama individualisme, liberalisme, konstitusi, hak asasi manusia, persamaan, kebebasan, demokrasi, dan tentu juga sekularisasi. Dan mengaraknya secara masif diabad global ini dengan kekuatan penuh dalam beragam instrumen kekuatan yang mungkin bisa dikerahkan, dari yang halus hingga yang paling kasar. Hasilnya tidak mengecewakan, sekarang mayoritas negara-negara dunia berpacu dan malu jika tidak memodernisasi dirinya.

Tetapi dari pusat-pusat peradaban ini, di negara-negara industri maju, terjadi proses melawan dirinya sendiri; mengobarkan perang demi menegakkan demokrasi di negeri-negeri jauh. Merontokkan kekuasaan yang dianggap penghalang tegaknya demokrasi Barat lewat peopel power. Setelah itu membiarkan perang saudara terjadi untuk melemahkan situasi nasional dan sekaligus sebagai pintu masuk untuk menancapkan kuku-kuku hegemoni lewat konstitusi. Pemakasaan kehendak atas suatu isu atau kepentingan strategis dan pengamanan atas kepentingan ini, seringkali tidak rasional. Sifat hegeminok dari ‘peradaban’ inilah yang sering memicu perlawanan dari suatu elemen masyarakat yang tidak menyetujui prinsip-prinsip dasar dan operasional dari peradaban yang akan diwujudkan secara universal oleh Barat ini.

Kita tidak ingin menyebut fenomena satir dan teror Charlie Habdo ini sebagai wujud dari apa yang sering disebut sebagai ‘benturan peradaban’. Nilai kebebasan berbenturan dengan nilai ‘keimanan’. Dalam kasus Charlie Habdo ini tidak ada benturan peradaban, yang ada adalah bahwa penomena itu mewakili fenomena lainnya mengenai peradaban mutakhir manusia tengah mengalami pembusukan. Dan bahwa teori benturan peradaban ini susah diterima akal yang baik. Yang ada adalah apel yang tumbuh dan mengakar dari bumi pemikiran Barat itu kini digerogoti bakteri dalam dirinya, yang membuat sebagian buah itu mulai membusuk diserang ‘irrasionalnya’ sendiri.

Kebebasan yang diusung peradaban moderen itu kini mulai menuai hama yang akan mengancam keberlangsungannya, hama itu adalah ‘imaji liar’ berbalut maksud diluar akal sehat yang disebutnya dengan kebebasan kreatif, seni dan keindahan. Menggambar senonoh pribadi yang dimuliakan oleh suatu ummat beragama, tentu adalah pelecehan, perendahan dan penghinaan. Dan pasti akan mengusik keimanan ummat yang ‘direndahkan’ ini. Manusia siapapun pasti akan mengutuk penghinaan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline