Sejak Pandemi melanda, banyak ketakutan yang terlintas. Bukan hanya tentang terpapar virus, tapi juga tentang mengatur keuangan agar tidak serig keluar untuk membeli kebtuhan. Mmeinimalisir keluar rumah untuk memenuhi kebutuhan menjadi tantangan tersendiri bagi saya yang biasa bisa membeli nanti saat dibutuhkan. Sejak tiga minggu yang lalu, sejak anak-anak mulai belajar di rumah, saat itu juga suami meminta saya untuk keluar rumah seminggu sekali untuk membeli kebutuhan. Meskipun biasa membeli kebutuhan bulanan, tapi untuk sayur dan lauk biasanya saya opsional. Kapan sempat ke pasar, bisa stok atau memilih beli di bibi sayur yang lewat.
Namun, sekarang berbeda keadaan. Saya harus membuat list untuk kebutuhan seminggu sayur, lauk dan buah. Suami tidak memperbolehkan saya keluar bersama dui krucil lagi tanpanya. Beli di bibi sayur pun seminggu sekali karena tidak boleh ke pasar. Titip di Bibi sayur daftar belanjaan untuk seminggu dan kurang lebihnya.
Yang pasti, sayur yang bisa bertahan lama seperti wortel, buncis, bisa dimasak belakangan. Sayur yang mudah layu seperti bayam dan sawi menjadi prioritas untuk dimasak terlebih dahulu. Membungkus sayur dengan pastik wrap membuat sayur lebih tahan lama. Untuk bawang merah dan putih tempatkan di nampan yang agak lebar agar tidak lembab. Sedang untuk cabai, saya membuang tangkainya kemudian menaruh di tempat yang sudah dialasi tissue dan diberikan bawang putih kupas di dalamnya. Sayuran jadi lumayan awet loh.
Kalau kebutuhan bulanan memang sudah biasa, tapi saya biasanya tidak langsung membeli satu bulan. Saya biasanya membeli sebulan dua kali karena saya menerima uang kos dengan waktu yang berbeda-beda. Kami memiliki usaha kos-kosan enam kamar yang kami sewakan bulanan sehingga uang tersebut bisa kami manfaatkan untuk menambah uang belanja.
Suami hanya memberikan tambahan uang agar cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Oleh karena itu, saya harus memiliki uang cadangan untuk kebutuhan kos yang mendadak. Mendadak air mampet, mendadak pipa bocor, mendadak kunci gembok macet, dan masih banyak lagi kejadian tak terduga dan harus segera dikerjakan.
Menyiasati semua itu, saya harus memastikan untuk listrik sampai dua minggu ke depan aman. Tidak boleh pas dengan saat pembayaran uang kos karena beberapa memang terlambat membayar. Setelah listrik untuk kos, rumah bisa saja separuhnya dulu. Kalau untuk rumah, bisa lebih dikontrol dengan pemakaian beberapa barang tidak penting.
Selanjutnya, yang pasti adalah beras, gula, minyak, susu anak-anak, dan diapers. Selain itu, pembelian sayur dan lauk bisa disesuaikan dengan situasi dan kondisi keuangan yang ada. Biasanya anak kos melakukan pembayaran terlambat membuat saya juga harus pandai mengatur uang yang ada agar cukup. Tidak mudah memang, tapi lebih menguntungkan karena saya jadi tidak boros di awal.
Ternyata, membeli kebutuhan dengan cara seperti ini lebih hemat. Masih bisa membeli jajan untuk anak-anak dan bisa juga belajar membuat camilan nikmat untuk anak-anak. Menekan beberapa pengeluaran yang biasa seperti makan di luar dan bermain di tempat bermain membuat kami bisa menghemat biaya.
Kami bisa mengalokasikan untuk diberikan kepada orang yang lebih membutuhkan ataupun nenek/kakek. Makan di luar dan jalan-jalan mingguan cukup banyak menguras kantong baru kami rasakan sekarang saat memang harus dirumah saja. Alhamdulillah... ada hikmah dibalik wabah ini selain kami lebih meningkatkan bonding dengan keluarga.
Kami juga harus belajar membuat skala prioritas dengan keadaan yang ada menyesuaikan dengan pemasukan kami. Memilah mana yang lebih penting, mendahulukan yang urgent dan menyederhanakan pengeluaran tidak penting. Kebutuhan anak-anak menjadi nomor satu karena tak bisa sering keluar. Belajar lagi dan beradaptasi lagi. Tinggalkan zona nyaman, mencoba mengatur keuangan keluarga agar nyaman dan aman.