Sejak belum menikah memang saya sangat ingin menjadi ibu rumah tangga seutuhnya. Meski cita-cita saya memang memiliki pendidikan tinggi, tapi menjadi ibu rumah tangga yang mendampingi anak-anak setiap saat adalah sebuah kepuasan. Saya ingin bisa memiliki kedekatan dan belajar menajdi orang tua yang baik dengan mendampingi tumbuh kembang mereka seutuhnya.
Bagi saya, kepuasan adalah ketika bisa menjadi orang pertama yang ada saat mereka membutuhkan. Suami juga sepertinya memiliki komitmen yang sama dengan saya.
Dia tahu saya tipe orang yang gila kerja, tapi dia tidak memberikan izin saya apabila pekerjaan saya lebih berat darinya. Dia ingin saya bekerja hanya untuk mengisi waktu luang ketika nantinya anak-anak sudah mulau beranjak dewasa dan aku mulai jenuh di rumah.
Saat mulai memiliki bayi, rasanya sungguh luar biasa. Aku sangat sibuk belajar menjadi ibu yang baik dan memberikan asupan gizi terbaik untuk bayi pertama kami yang dikaruniakan langsung setelah kami menikah. Seorang bayi perempuan sehat yang sangat mirip ayahnya. Seperti rumah tangga kebanyakan, pasti ada satu dua perbedaan cara mendidik anak dan merawat anak.
Saya lebih banyak belajar dari buku, sosial media dan cerita teman sedangkan suami lebih banyak berbicara tentang pengalamannya.
Meski tak selamanya saya yang benar atau dia yang benar, pada akhirnya kami mengkombinasikan apa yang kami ketahui dan membuat kesepatakan.
Kami sadar kalau kami harus meluruskan cara mendidik anak. Kami sering saling menyalahkan cara mendidik satu sama lain. Bedanya, saya lebih banyak diam sedangkan si Ayah lebih banyak ngomel. Saya memang tipe ibu yang tidak suka ngomel, saya cukup bicara sekali atau dua kali lalu diam saat merasa tidak sesuai keinginan atau kesal.
Belakangan si Sulung sudah mulai ngerti kalau Bundanya diam itu berarti sedang marah. Aku banyak belajar dari cara mendidik anak zaman old dan zaman now, terutama mendidik anak secara islami. Memberi pengertian, mengajak bicara dan melatih anak untuk mengerti memperbaiki kesalahan. Sulit memang, harus konsisten dan sabar.
Nah, terkadang kejenuhan ibu rumah tangga yang melakukan rutinitas monoton itu yang mengalahkan kesabaran.
Pernah orang terdekat sangat berpengaruh pada pola pengasuhan anak. Dukungan moral terutama, memberikan dukungan atas pola pengasuhan ibu dan tidak mengejudge sebagai orang tua itu penting. Memberikan apresiasi negatif pada pola asuh membuat terkadang ibu menjadi mudah emosi. Suami merupakan kunci utama sebagai motivator ibu untuk tetap bisa waras mengurus anak. Meski ini mungkin dianggap sepele, tapi sangat berpengaruh pada psikologis ibu.
Berada di lingkungan yang mendukung membuat ibu lebih bisa mengontrol emosi saat mendidik anak karena bisa berfikir jernih dalam meghadapi tingkah laku anak yang kadang diluar dugaan.