Lihat ke Halaman Asli

Luka di Hati Ibu

Diperbarui: 29 September 2024   07:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di sebuah rumah kecil di pinggiran kota, tinggal seorang ibu bernama Bu Sari dan anak laki-lakinya, Fikri. Bu Sari bekerja keras setiap hari sebagai penjual sayur di pasar. Sejak ayah Fikri meninggal beberapa tahun lalu, Bu Sari menjadi satu-satunya tulang punggung keluarga. Meski lelah, ia selalu berusaha memberi yang terbaik untuk anak semata wayangnya.

Fikri, yang berusia 16 tahun, adalah anak yang pandai, tetapi akhir-akhir ini ia sering pulang larut malam dan mulai bergaul dengan teman-teman yang kurang baik. Suatu hari, sepulang dari sekolah, Fikri merasa sangat tertarik dengan motor baru milik temannya. Temannya bercerita bahwa ia mendapatkan motor itu dengan cepat, hanya perlu pinjam uang tanpa sepengetahuan orang tuanya.

Mendengar itu, Fikri mulai berpikir untuk melakukan hal yang sama. Ia tahu ibunya menabung untuk biaya kuliahnya, tapi godaan untuk memiliki motor sendiri begitu besar. Ia membayangkan betapa bangganya jika bisa datang ke sekolah dengan motor baru. Tanpa berpikir panjang, Fikri mengambil sejumlah uang dari tabungan ibunya di lemari, dan pergi membeli motor bekas dari seseorang di internet.

Beberapa hari berlalu, Fikri selalu menyembunyikan motornya jauh dari rumah agar ibunya tidak tahu. Namun, suatu malam, ketika Fikri pulang terlambat, Bu Sari memergokinya datang dengan motor yang tak pernah ia lihat sebelumnya.

"Fikri, motor siapa itu?" tanya Bu Sari dengan nada heran.

Fikri terdiam sejenak, berusaha mencari alasan. "Ini... ini motor teman, Bu. Dia pinjamkan ke Fikri."

Namun, Bu Sari, yang mengenal anaknya dengan baik, merasa ada yang tidak beres. Ia memeriksa lemari di kamarnya, dan alangkah terkejutnya ia ketika melihat tabungan yang selama ini dikumpulkannya lenyap. Dengan suara bergetar, Bu Sari mendatangi Fikri yang duduk di ruang tamu.

"Fikri, tabungan Ibu hilang. Kamu tahu sesuatu tentang ini?" tanyanya dengan nada yang lebih serius.

Fikri tak bisa lagi menghindar. Dengan kepala tertunduk, ia mengakui semuanya. "Maaf, Bu... Fikri pakai uang itu buat beli motor. Fikri cuma pengen punya motor sendiri..."

Mendengar pengakuan anaknya, hati Bu Sari serasa hancur. Air matanya mulai jatuh. "Fikri, uang itu Ibu kumpulkan untuk masa depanmu, untuk biaya kuliah. Ibu kerja keras setiap hari supaya kamu bisa sekolah tinggi. Kenapa kamu melakukan ini tanpa bilang ke Ibu?"

Fikri terdiam, rasa bersalah mulai menguasainya. Ia tahu betapa beratnya ibunya bekerja, namun ia membiarkan keinginannya mengalahkan rasa tanggung jawabnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline