Lihat ke Halaman Asli

Apakah Mungkin untuk Menjaga Idealisme dalam Politik? Perspektif Islam dan Sulitnya

Diperbarui: 6 November 2024   22:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Saat seseorang memutuskan untuk terjun ke dunia politik, mereka akan menghadapi banyak kesulitan, mulai dari tanggung jawab besar hingga tekanan dari kepentingan yang signifikan. Bagi mereka yang memiliki idealisme yang kuat, pertanyaan yang sering muncul adalah: apakah mungkin untuk mempertahankan idealisme di tengah-tengah kompleksitas politik? Tantangan ini merupakan masalah etika dan moral bagi orang Muslim. Ini juga berkaitan dengan prinsip-prinsip Islam seperti keadilan, kejujuran, dan amanah. Banyak individu masuk ke dunia politik dengan niat baik. Mereka bersemangat untuk membawa perubahan, mendukung keadilan, atau membela hak-hak orang yang terpinggirkan. Dalam hal ini, idealisme berfungsi sebagai dorongan utama yang membuat mereka siap untuk  menghadapi godaan untuk melenceng dari prinsip, dan dunia politik yang penuh intrik bisa membuat idealisme seorang politisi mudah padam jika tidak memiliki landasan iman yang kokoh.

Banyak contoh di lapangan yang bisa terlihat di negara kita saat ini, seperti contohnya saja bagaimana saat pemilu presiden 2024, masing-masing calon presiden memiliki gagasan dan konsep yang sesuai dengan idealisme mereka masing-masing. Akan tetapi dalam panggung politik terutama menjadi seorang pemimpin tidak hanya membawa individu pribadi tetapi dibelakangnya ada parpol dan antek-anteknya yang menjadi bagian dari seorang pemimpin. Karena iru sulit untuk menjadi seorang idealis di panggung politik yang harus realistis dan mengikuti apa kata mayoritas. Contohnya cak imin yang merupakan mantan calon presiden dari 01 mendampingi Anies Baswedan yang saat pemilu berusaha idealis menyamakan dengan Anies Baswedan yang seorang idealis dengan gagasan-gagasan baru nya yang dirasa revolusioner akhirnya kalah suara dan cak imin melepas idealisnya dan berakhir masuk ke jajaran menteri di Kabinet Merah Putih milik Presiden terpilih Prabowo Subianto.

Keadilan menjadi ujian bagi idealisme seorang Muslim. Ia harus mampu menjaga hati dan niat agar tetap lurus di tengah kepentingan-kepentingan pragmatis yang mungkin bertentangan dengan prinsip keadilan. Idealnya, seorang Muslim yang berada di pemerintahan atau politik mampu menjadi teladan dalam menegakkan keadilan. Namun, ujian terbesar datang ketika harus menghadapi godaan kekuasaan, uang, dan jabatan, yang sering kali menggoyahkan idealisme. Salah satu nilai penting lainnya dalam Islam adalah amanah, yang berarti tanggung jawab dan kepercayaan. Dalam surah Al-Mu'minun ayat 8, Allah menyebutkan bahwa orang yang beriman adalah mereka yang menunaikan amanah dan menepati janji. Ketika seseorang dipilih menjadi pemimpin, ia sebenarnya sedang memegang amanah dari rakyat yang mempercayakan nasibnya padanya. Ini adalah beban yang berat, karena kelalaian dalam menunaikan amanah bukan hanya mencederai kepercayaan manusia, tetapi juga akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah.

Dalam realitas politik, amanah sering kali menjadi ujian yang berat. Tekanan dari berbagai pihak bisa saja memaksa seseorang untuk mengorbankan amanah demi mempertahankan posisi atau jabatan. Di sinilah peran keimanan sangat penting. Pemimpin yang mampu menjaga amanah adalah mereka yang senantiasa mengingat bahwa amanah yang diembannya akan dipertanggungjawabkan di hari akhir. Salah satu ujian terbesar bagi idealisme dalam dunia politik adalah godaan untuk berbuat tidak jujur atau korupsi. Dalam ajaran Islam, kejujuran adalah sifat yang sangat diagungkan. Rasulullah SAW dikenal sebagai Al-Amin, yang berarti orang yang terpercaya, karena sifat jujurnya yang luar biasa. Al-Quran juga mengingatkan, "Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil..." (QS. Al-Baqarah: 188).

Godaan untuk korupsi dapat muncul kapan saja, baik dalam bentuk penerimaan suap atau manipulasi anggaran. Untuk mempertahankan kejujuran di tengah godaan semacam ini, seorang politisi Muslim harus memiliki ketahanan mental dan spiritual yang kuat. Mereka harus senantiasa mengingat bahwa setiap harta yang diperoleh secara tidak halal akan menjadi penghalang keberkahan dan bahkan menjadi penghalang untuk memasuki surga. Ketika nilai-nilai Islam dipegang erat, seorang pemimpin akan lebih berhati-hati dalam menggunakan kekuasaan yang dimilikinya.

Sejatinya, mempertahankan idealisme di dunia politik bagi seorang Muslim bukanlah hal yang mustahil, meskipun sangat sulit. Kunci utamanya adalah memiliki iman yang kuat. Ketika seorang pemimpin benar-benar percaya bahwa ia akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah atas setiap perbuatannya, ia akan lebih berhati-hati dalam menjalankan tugasnya. Ia tidak hanya akan berusaha memenuhi harapan rakyat, tetapi juga menjaga amanah sebagai bentuk ibadah.

Ada banyak contoh pemimpin dalam sejarah Islam yang bisa dijadikan inspirasi. Salah satunya adalah Khalifah Umar bin Khattab yang terkenal karena keadilan dan kesederhanaannya. Umar sering kali turun langsung untuk melihat kondisi rakyatnya dan memastikan bahwa mereka tidak ada yang kelaparan atau tertindas. Ketika seorang pemimpin mengikuti teladan seperti ini, ia akan lebih mudah mempertahankan idealismenya karena ia tahu bahwa pemimpin yang ideal adalah mereka yang melayani rakyat dengan tulus dan jujur.

Pada akhirnya, mempertahankan idealisme dalam ranah politik bukan hanya persoalan etika atau moral, tetapi juga merupakan bentuk ibadah. Bagi seorang Muslim, politik bukan sekadar cara untuk mencapai kekuasaan, tetapi sarana untuk melayani masyarakat dan menegakkan nilai-nilai Islam di dunia. Memang tidak mudah, dan tantangan yang dihadapi sangat besar, namun dengan iman yang kuat, sikap yang jujur, serta komitmen terhadap amanah, seorang politisi Muslim bisa tetap mempertahankan idealismenya.

Setiap Muslim yang berkiprah dalam politik harus selalu ingat bahwa kekuasaan hanya bersifat sementara. Hari ini ia mungkin menjadi pemimpin, tetapi kelak ia akan kembali menjadi hamba yang harus mempertanggungjawabkan semua perbuatannya di hadapan Allah. Dengan pemahaman ini, idealisme bisa tetap terjaga dan politik bisa menjadi jalan ibadah yang penuh berkah. Karena itu menjaga idealisme memang sangatlah sulit khususnya di bidang Politik dimana kita tidak hanya membawa diri melainkan membawa partai politik dan segalanya dibelakang kita. Akan ada kalanya kita harus melepas idealisme kita untuk bertahan dan menghadapi mayoritas di panggung politik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline