Lihat ke Halaman Asli

Shafa Rizqita Aulia

Mahasiswa 23107030050 UIN Sunan Kalijaga

Warisan Kedokteran Mata di Yogyakarta

Diperbarui: 15 Juni 2024   20:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumentasi Pribadi

Pernahkah Anda membayangkan sebuah museum berisi dengan alat-alat optik? Ternyata museum seperti itu ada di Yogyakarta. Tepatnya di Jalan Cik Di Tiro No. 5, Turban, Kecamatan Gondokusuman, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta. 

Museum tersebut adalah museum Dr. Yap Prawirohusodo yang didedikasikan untuk mengenang seorang dokter mata yang memiliki kontribusi besar dalam dunia kedokteran mata di Indonesia. Selain itu, museum ini juga berfungsi sebagai pusat edukasi dan pengembangan ilmu pengetahuan mengenai kesehatan mata.

Dr. Yap Hong Tjoen atau yang lebih dikenal sebagai Dr. Yap Prawirohusodo lahir pada 30 Maret 1885 di Yogyakarta. Dr. Yap adalah salah satu dokter mata pertama di Indonesia yang mendirikan klinik mata dan memberikan pelayanan kesehatan mata secara luas kepada masyarakat. Setelah menempuh studi ELS di Yogyakarta dan HBS di Semarang, Dr. Yap melanjutkan studi S1-S3 di Rijk Universiteit Leiden Belanda untuk memperdalam ilmunya dalam bidang oftalmologi.

Setelah menyelesaikan pendidikannya di Negeri Belanda, Dr. Yap Hong Tjoen kembali ke Indonesia. Dilandasi keinginan menolong masyarakat Indonesia yang menderita penyakit mata dan kebutaan, Dr. Yap Hong Tjoen bersama beberapa warga keturunan Tionghoa dan keturunan Belanda yang tinggal di Indonesia mendirikan suatu perkumpulan yang diberi nama Centrale Vereeniging tot bevordering der Oogheelkunde in Nederlandsh-Indie (CVO) yang berkedudukan di Jakarta.

Pada tahun 1923, Dr. Yap mendirikan Rumah Sakit Mata dengan nama Prinses Juliana Gasthuis voor Oogglidjers dan diresmikan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono VIII. Selain mendirikan Rumah Sakit Dr. Yap, pada tanggal 12 September 1926 Dr. Yap mendirikan sebuah lembaga yang bernama Stichting Vorstenlandsch Blinden Instituut. Kemudian pada tahun 1927 mendirikan panti perawatan dan pendidikan bagi penyandang tuna netra dan diberi nama Balai Mardi Wuto.  

Dokumentasi Pribadi

Museum ini terbagi menjadi tiga ruangan yang terdiri dari Ruang Alat Kedokteran Mata, Ruang Alat Rumah Tangga, dan Ruang Koleksi Keluarga. Museum ini memiliki koleksi yang beragam, mencakup berbagai peralatan medis, dokumen sejarah, dan foto-foto yang menggambarkan perjalanan karir Dr. Yap serta perkembangan pelayanan kesehatan mata di Indonesia.

Salah satu daya tarik utama museum ini adalah koleksi peralatan medis yang digunakan dalam praktek oftalmologi dari masa ke masa. Pengunjung dapat melihat berbagai alat pemeriksaan mata, lensa, dan mikroskop yang digunakan oleh Dr. Yap dan dokter mata lainnya di masa lalu. Alat-alat ini memberikan gambaran mengenai evolusi teknologi dalam bidang kesehatan mata dan bagaimana kemajuan ini telah membantu meningkatkan kualitas pelayanan medis.

Selain peralatan medis, museum ini juga menyimpan berbagai dokumen dan foto sejarah yang menceritakan perjalanan hidup Dr. Yap. Foto-foto ini tidak hanya menunjukkan momen penting dalam kehidupan Dr. Yap, tetapi juga menampilkan potret masyarakat Yogyakarta pada masa itu. Dokumen-dokumen yang dipamerkan, termasuk surat-surat dan sertifikat, memberikan wawasan mengenai dedikasi dan komitmen Dr. Yap terhadap pelayanan kesehatan mata.

Dokumentasi Pribadi

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline