Setiap negara tentu memiliki kepentingan nasional yang beragam, tidak terkecuali Rusia, dan demi mencapai kepentingan tersebut, maka dibuatlah berbagai macam kebijakan-kebijakan tertentu yang bersifat domestik maupun luar negeri. Rusia adalah salah satunya, negara ini merupakan salah satu negara yang ambisius dalam politik luar negerinya. Setelah mengalami keterpurukan pasca runtuhnya Uni Soviet, Rusia kembali bangkit dibawah kepemimpinan presiden Putin sejak tahun 2000. Dibawah kepemimpinan Putin, Rusia merubah ideologi politiknya menjadi lebih liberal dan demokratis. Hal ini merupakan salah satu kunci kesuksesan kebangkitan Rusia. Faktor lain yang juga mempengaruhi adalah faktor individu dan idealis seorang pemimpin. Kepribadian Vladimir Putin sebagai seorang pemimpin dinilai tegas dan karismatik membuat Rusia menjadi negara yang disegani di kancah internasional. Tercatat Vladimir Putin sudah tiga kali menjabat sebagai pemimpinRusia, yaitu pada tahun 2000 –2004 , 2004 –2008 dan 2012 hingga saatini. Rusia memiliki kebijakan dimana seorang presiden tidakdiperbolehkan untuk menjabat dalam tiga periode sekaligus, oleh karenaitu pada tahun 2008, Putin menunjuk Dimitry Medvedev sebagaisuksesornya. Medvedev yang berhasil memenangkan kursi kepresidenanRusia pada tahun 2008 menghadiahkan posisi perdana menteri kepadaVladimir Putin, dan hasilnya, pengaruh Putin masih sangat kental dalamkebijakan –kebijakan yang diambil oleh Medvedev.
Bukan tanpa alasan mengapa rakyat Rusia mempercayakan nasib mereka di tangan seorang Putin. Pada periode pertamanya, yaitu pada tahun 2000 hingga 2004, Rusia sedang berada dalam posisi keterpurukan, dimana pada saat itu perekonomian Rusia yang tadinya terpuruk, perlahan berkembang kearah yang lebih baik. Pada periode keduanya, Vladimir Putin mulai lebih berani dalammengkritik kebijakan –kebijakan AS yang dinilai bertindak seenaknya. Ituterlihat pada saat Putin menyampaikan pidato saat konferensi keamanan diMunich , Jerman dimana Putin menyentil AS sebagai negara adidayatunggal. Putin menyerukan terciptanya dunia multi-polar dengan hukuminternasional sebagai pengatur utamanya. Pada chapter kedua masa pemerintahan Vladimir Putin, media Baratkerap mengkritik gaya kepemimpinannya yang dinilai Otokrasi danmencekik kebebasan pers. Namun meski begitu, Putin kembali bisa membuktikan diri dengan perubahan yang positif bagi Rusia, Putinberhasil mengembalikan image Rusia sebagai aktor penting dalampengambilan keputusan di arena internasional yang dinilai menjadikelemahan terbesar Rusia pada era presiden Yeltsin. Putin sangat kritis terhadap kebijakan luar negeri Amerika Serikat. Bahkan pada 2007, Putin mampu menyampaikan pidato yang berkesan saat konferensi keamanan di Munich, Jerman, dimana Putin menyerukan untuk terciptanya dunia multi-polar yang demokratis dengan hukum internasional sebagai pengaturnya.
Sosok Vladimir Putin yang tegas seringkali dinilai terlalu berani dalam menyampaikan pidato maupun dalam membuat keputusan, terutama yang berhubungan dengan Amerika Serikat. Tak hanya itu , kebijakan yang dibuat Putin juga selalu dinilai tegas dalam beberapa kasus. Saat terjadi krisis besar-besaran di dalam Negara Ukraina atau tepatnya di Crimea pada 2014, invasi pasukan tanpa nama yang masuk dan menduduki beberapa gedung pemerintahan di Crimea pada awalnya tidak mau diakui oleh Putin sebagai pasukan dari Rusia. Namun wartawan dan beberapa saksi mata disana bisa dengan jelas melihat bahwa mereka adalah pasukan Rusia yang sedang memanfaatkan keadaan konflik disana untuk bisa mengajak rakyat Crimea agar mau kembali bergabung dengan Rusia. Putin tidak segan untuk mengerahkan kekuatan militer Rusia untuk menangani kasus–kasus tersebut, hal itu membuat Rusia kembali diperhitungkan dalam pengambilan keputusan dikancah internasional.
Terkait atas pengambilan keputusan yang dilakukan oleh Putin, kredibilitas Rusia di kancah internasional tentu menjadi rusak, hal ini dapat dilihat dari aksi protes para elit politik dan kehadiran organisasi Barat di Ukraina untuk menentang kebijakan aneksasi Krimea yang dilakukan oleh Putin tersebut. Terdapat ancaman verbal yang berasal dari pihak asing. Ancaman verbal tersebut datang dari Jhon McCain dan Barack Obama dari Amerika Serikat serta Jenderal NATO Kilili yang mengatakan bahwa Rusia adalah ancaman bagi Ukraina, Amerika, dan aliansi Barat dalam perluasan pengaruh dan kekuatan negara-negara Barat beserta para sekutunya yang bentrok dengan kehadiran Rusia di Krimea tersebut dan apa yang dilakukan oleh Putin bagi negara Rusia itu adalah tindakan yang tidak benar dan merusak citra Putin di mata internasional. Apa yang dilakukan oleh Putin tersebut dapat memicu terjadinya konflik bersenjata dari berbagai kekuatan dunia. Hal ini dapat dilihat dari ancaman fisik yang berasal dari NATO.
Dari tulisan diatas dapat disimpulkan bahwa pengaruh kepribadian dari Putin sebagai pengambil keputusan tentu sangat berdampak. Pada dasarnya kepribadian individu merupakan salah satu faktor yang cukup memainkan peran dalam upaya pengambilan keputusan, khususnya dalam kebijakan politik luar negeri suatu negara. Perasaan dan persepsi Putin dalam suatu hal tentunya dapat memberikan pengaruh terhadap keputusan yang akan diambil oleh Putin. Tentunya hal tersebut dapat memberi pengaruh baik dan buruk bagi Rusia dalam menjalankan kebijakan politik luar negerinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H