Lihat ke Halaman Asli

Idealisme Itu Sebenarnya Ada Atau Tidak

Diperbarui: 25 Desember 2015   14:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

ku kira ini berawal pengalamanku, dengan sungguh-sungguh akupun menyelesaikan kuliah S1 ku, dengan harapan aku bisa membanggakan orang tuaku. Dan setelah lulus aku pun diterima kerja disebuah smp swasta, dengan idealis yang kubawa dari kecil hingga aku dewasa yaitu sebuah kejujuran.

Kejujuran seperti apakah yang dimaksud disini, ada uang dirumah 5000 pada saat itu dikamar ibuku, walaupun aku anaknya aku takkan mengambil sesuatu yang bukan milikku apalagi tanpa izin. Mindset ku sudah diatur sejak dulu oleh orang tuaku sampai aku sekolah menengah atas dengan label islam pasti. Ceritanya seperti ini setelah aku lulus SD aku dimasukkan ke pondok pesantren.

Dan alhamdulillah setahun saja disana, karena ada isu-isu tidak sedap katanya siapa yang juara 2 besar akan dikirim ke pesantren di jawa dan setelah itu mengabdi dipesantren selama 1 tahun katanya. Pas dulu kolot sekali pikiranku, menurutku bila mengabdi 1 tahun berarti aku tidak boleh melanjutkan kuliahku dan berarti aku ketinggalan dengan teman-teman seumurku saat itu. Dan akhirnya akupun berhenti dari pondok. Setelah itu aku kelas 2 di tsanawiyah, dan setelah lulus impianku adalam masuk SMA 1 pada saat itu jadi SMA favorit, dan apa yang terjadi, ayahku dengan keras berkata kamu tidak boleh sekolah diumum, harus ada label islamnya.

Niat hatipun tak terpenuhi, ya tak apalah. Dan akhirnya akupun masuk Madrasah Aliyah Negri. Dan disanalah mindsetku benar-benar diasah karena aku ikut organisasi rohis, yang pada saat itu disebut KSI (KAJIAN STUDI ISLAM), kami diharuskan berkerudung syar'i menutup dada, awalnya itu anjuran tapi setelah mengkaji dengan lama akhirnya itu jadi habitku, dari cara berpakaian sampai cara bergaulpun kami diatur disana, dan itu benar-benar seperti perlindunganku untuk kedepannya, alhamdulillah.

Dan pada saat di sekolah menengah akupun termasuk 3 besar, dan mendapat kesempatan untuk ikut tes PMDK di Unlam pada saat itu, sudah bayar biaya pendaftaran 60000 pada saat itu. Dan sesampainya dirumah minta izin ingin pergi tes ke banjarmasin. Dan sekali lagi apa yang terjadi, ayahku dengan keras menentang. Dan mengatakan abah tidak mengizinkan kamu kuliah diumum. Cari yang label islamnya. Dan saat itu pilihanku cuman dua yaitu STAI atau IAIN, dengan memberanikan diri ku katakan kalau aku ingin masuk IAIN, dan alhamdulillah diizinkan, begitulah proses mindsetku diatur sedemikian rupa untuk tetap dijalan Islam agar terhindar dari pergaulan bebas. Dan aku benar-benar bersyukur atas itu.

Kembali ke pekerjaanku tadi, di sekolah swasta yang aku bekerja sebagai guru, dengan rajin ku mengajar selalu 30 menit sebelum masukan aku sudah ada disekolah. Sebenarnya aku agak syok disana karena anak-anaknya begitu bandel dan susah ditegur. Tapi sebagai guru haruslah sabar dan benar-benar mengayomi mereka. Dan sampailah pada saat ulangan umum mau dimulai, aku dengan begitu antusiasnya berharap murid-muridku itu mendapat nilai tinggi. Nah pas aku ngawas ternyata ada beberapa orang murid yang menyontek.

Dan dengan sigap aku menghalaunya, mengambil buku catatannya. Bukan killer sih sebenarnya, tapi harga kejujuran itu sudah harga mati diotakku. Kubuktikan karena aku tak pernah menyontek sama sekali pas duduk dibangku sekolah. Lalu kubukalah buku muridku tadi ternyata disana sudah ada soal ulangan dengan jawabannya. Dan akupun terkejut luar biasa, setelah selesai ngawa kutanyakan dengan murid-muridku ini siapa yang bocorin soal ulangannya. Lalu kata mereka itu dari guru mata pelajarannya bu.

Dengan hati-hati ku bawalah buku-buku muridku tadi kepada kepala sekolah sebagai bukti kenapa jadi gurunya sendiri yang menyebarkan jawaban ulangan. Dan pada saat itu beliau terkejut, dan akhirnya terjadilah kegaduhan dikantor. Kata kepsek agar tidak lagi memberikan kisi-kisi yang persis seperti itu.

Dan pada saat diparkiran, aku di samperin oleh guru yang berkaitan dengan muka rengutan, kenapa jadi disampaikan kepada kepsek katanya. Apakah kamu tidak tau katanya, kalau disekolah manapun memang seperti ini. Nanti kamu lihat kalau ujian berlangsung. Dan ku buktikan saat ujian nasional berlangsung, ternyata memang benar keadaannya, para siswa jam 6an pagi sudah turu kesekolah untuk mengambil kunci jawaban dari guru untuk menjawab ujian nasional.

Apakah sama saja ini pembodohan. Idealisku akhirnya luluh setelah 4 tahun aku mengajar disana. Dan sampai sekarang pun setelah aku pindah ngajar ke pesantren, aku tidak pernah memberikan nilai rendah kepada muridku, karena setiap kepsek malu bila sekolahnya dengan nilai rendah. Jadi walaupun anak itu tidak paham-paham belajar, dan selalu mendapat nilai rendah dibawah kkm. Toh, guru tetap dipaksa untuk memberikan nilai tinggi untuk reputasi sekolahnya. Sebenarnya apakah ada solusi untuk itu, apakah ujian nasional harus dihapuskan saja, atau bagaimana. Guru memang tanpa tanda jasa. Masya Allah




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline