Bahasa merupakan suatu struktur kata atau simbol yang dipakai pada daerah tertentu melalui kesepakatan bersama, yang nantinya simbol tersebut digunakan bersama dalam kehidupan sehari-hari. Di Muna sendiri, bahasa menjadi kebutuhan pokok dalam berkomunikasi baik dalam kehidupan bermasyarakat, pemerintahan bahkan perekonomian. Masyarakat Muna berkomunikasi tidak hanya menggunakan bahasa Muna, namun juga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Di kabupaten Muna sendiri, ada beberapa pendatang yang berasal dari suku yang berbeda seperti suku Bugis, Tolaki, Jawa, dan masih banyak lagi.
Di beberapa wilayah di Muna, dapat ditemukan penggunaan bahasa dengan aksen dan dialek yang berbeda - beda namun sebagian masyarakat Muna kurang sadar akan perbedaan aksen dan dialek tersebut.
Variasi dalam pelafalan yang terjadi ketika seseorang menggunakan bahasa yang sama disebut aksen, sedangkan perbedaan dalam kosa kata, tata bahasa, dan bahkan tanda baca disebut dialek. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Dialek merupakan variasi bahasa yang berbeda - beda menurut pemakai (misalnya bahasa dari suatu kelompok sosial tertentu, daerah tertentu, atau kurun waktu tertentu).
Sedangkan aksen dalam Kamus Besar bahasa Indonesia memiliki pengertian sebagai penekanan suara pada kata atau suku kata yang digunakan. Misalnya, Saat menggunakan Bahasa Indonesia, aksen pada masyarakat di wilayah Napabalano akan berbeda dengan masyarakat kota Raha. Begitu pula dengan penggunaan bahasa daerah Muna, ada sedikit perbedaan tidak hanya pada aksen, tetapi juga dialek yang digunakan.
Bahasa Muna Sebagai Identitas
Ungkapan bahasa menunjukkan identitas suatu suku bangsa dapat dibuktikan dengan eksistensi bahasa yang hanya dapat dipahami dalam masyarakat tertentu.
Maksudnya, suatu bahasa akan bermakna jika berada dalam latar belakang kebudayaan yang menjadi wadahnya. Sama seperti Bahasa Muna yang memiliki makna pada masyarakat Muna itu sendiri. Apabila Muna dibawa dan digunakan ke masyarakat adat lainnya, maka yang terjadi adalah masyarakat adat lainnya tadi tidak memahami pesan yang ingin disampaikan.
Dalam masyarakat Muna sendiri, Bahasa Muna menjadi bahasa adat, yaitu bahasa yang digunakan dalam menggunakan prosesi adat baik itu pernikahan, katoba, karia, dan sebagainya.
Namun, seiring dengan berkembanganya zaman, prosesi - prosesi adat tersebut mengalami penyesuaian - penyesuaian bahkan penyesuaian akan bahasa yang digunakan. Dulu, katoba (Prosesi pengislaman anak yang dianggap sudah menginjak usia baligh) dilaksanakan dengan menggunakan Bahasa Muna. Namun, saat ini, di beberapa wilayah di Muna, sudah menerapkan katoba dengan bahasa Indonesia.
Bahasa Muna sendiri mengalami penurunan eksistensi dalam masyarakatnya, terutama pada masyarakat kota. Penurunan eksistensi ini paling terlihat pada kalangan remaja, dimana menggunakan bahasa daerah dianggap lucu dan terkesan ketinggalan zaman. Di kawasan perkotaan, yang menggunakan bahasa daerah Muna kebanyakan dari kalangan orang tua dan beberapa pemuda yang menginjak usia dewasa.
Di lingkungan keluarga pun sulit ditemukan keluarga yang berbahasa daerah sepenuhnya, dalam hal ini seluruh anggota keluarga menggunakan Bahasa Muna. Pada beberapa keluarga di Muna khususnya masyarakat kota hanya orang tuanya yang berbahasa daerah, sedangkan anaknya berbahasa Indonesia. oleh karena itu, tak jarang jika masyarakat Muna khususnya di daerah perkotaan mengerti Bahasa Muna, namun jika harus melakukan percakapan dengan menggunakan Bahasa Muna, akan sulit dan bahasa yang dikeluarkan tidak tertata atau tidak sesuai dengan tatanan bahasa Muna yang baik dan benar.