Lihat ke Halaman Asli

Shabina F

A Copy of My Mind

Analisa Moral dan Etika dalam Film Schindler's List

Diperbarui: 24 Juli 2022   20:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Oskar seorang Katolik, tetapi ia berbohong dan menyogok Nazi untuk mempekerjakan Yahudi di pabriknya. Bagaimana kalian menilai perbuatan Oskar secara etis?

Pada bagian awal film tersebut, dapat dikatakan nilai dari etika yang dimiliki atau digenggam oleh Oskar sebagai peran utama sangatlah kecil, yang mana dirinnya hanya memperdulikan kuntungan pabrik yang dibangun olehnya dengan memanfaatkan tenaga para kaum yahudi. 

Kaum yahudi sendiri yang terancam keselamatannya seolah tidak memiliki pilihan lain selain berusaha menjadi tenaga kerja paksa dari pabrik Oskar, hal tersebut dikarenakan 

Oskar Schindler yang menyuap para tentara Nazi dapat memebrikan sebuah perlindungan dalam bentuk pekerjaan, yang membuat para tentara jerman menganggap bahwa orang-orang yahudi tersebut masih layak untuk dibiarkan hidup. 

Nilai etika dari Oskar di awal film tak lebih dari etika hedonistik yang cenderung egois, yang mana dirinnya hanya berfokus pada kesenangan pribadi dengan nilai individual dan berusaha memanfaatkan orang lain melalui situasi yang terjadi pada saat itu. 

Hal tersebut juga menandakan sebuah sisi negatif dari kemungkinan-kemungkinan yang terjadi saat konsep etika hedonistik diberlakukan dalam kehidupan sehari-hari mansia, yang mana sebuah kondisi egois dapat menjadi karakter utama dari masyarakat yang hanya memikirkan kesenangan dan keuntungan. 

Namun demikian seiring berjalannya waktu kesadaran Oskar pun perlahan berubah, hal tersebut dibarengi dengan pengalaman yang diterimannya secara langsung saat melihat kekejaman tentara Jerman terhadap para kaum yahudi. 

Tentara Jerman sendiri secara brutal membunuh sangat banyak orang-orang yang dianggap tidak layak untuk hidup, dan melalui fenomena tersebut Oskar sadar akan nilai dari kemanusiaan yang tentunya jauh lebih penting dari materi dan jenis kehidupan hedonis yang dijalaninya. 

Oskar Schindler kemudian memilih untuk membeli orang-orang Yahudi yang dimasukan dalam daftar yang telah ditentukan, yang mana orang-orang tersebut akan dibawa pergi untuk membantunya membangun pabrik di kampung halamannya. 

Meskipun kegiatan membeli seseorang dapat dikatakan melanggar etika, namun hal tersebut terpaksa dilakukan oleh Oskar Schindler agar dapat menyelamatkan kaum yahudi, oleh sebab itu pada tahap akhir film ini dapat dikatakan bahwa Oskar Schindler telah melakukan sebuah tindakan yang sesuai dengan etika, khususnya etika kebajikan, yang mana nilai-nilai dari sebuah tindakan kebaikan dijadikan dasar dari tindakan yang dilakukan olehnya -meskipun harus melanggar beberapa nilai lain.

Etika normatif manakah yang dapat membenarkan hal yang dipersoalkan dalam film ini?

Dikarenakan terdapat perubahan sikap dan kesadaran yang dialami oleh peran utama dari film tersebut, maka pada dasarnya film Schindler List dapat dikatakan mencakup beragam nilai dari etika normatif, yang mana diantaranya sebagai berikut :

Teori Kebajikan / Virtue Theories: Teori kebajikan berisi nilai-nilai yang ditentukan oleh manusia dan dibentuk oleh manusia berdasarkan tindak prilaku yang seharusnya dijalani oleh manusia, teori kebajikan membentuk sekat-sekat pembatas dari kebebasan manusia yang berpotensi melakukan beragam hal tak terduga dan merugikan atau membahayakan kehidupan bersama dengan kebebasan yang dimilikinya. Di dalam teori kebajikan terdapat beragam kesepakatan yang manusia bentuk mengenai sebuah kehidupan ideal yang sebaiknya dijalani oleh masyarakat, hal tersebut bertujuan agar kehidupan manusia yang dapat dipastikan akan selalu melibatkan interaksi sebagai mana fakta yang melekat dalam diri manusia bahwa dirinya adalah makhluk sosial, dapat terkelola sedemikian rupa dan tidak menimbukan beragam kekacauan. Oskar Schindler menggenggam nilai dari etika tersebut saat dirinnya menyaksikan secara langsung kekejaman yang dilakukan oleh pasukan jerman, yang membuatnya memahami nilai dari sebuah kebaikan yang seharusnya dilakukan oleh dirinya sebagai seorang manusia

Teori Tugas / Duty Theories: Manusia yang hidup sering kali beranggapan bahwa dirinya memiliki tugas atau tanggung jawab, hal tersebut sering kali dibentuk baik oleh dirinya sendiri maupun keadaan sosial dan nilai-nilai lain yang berada disekitar orang tersebut. Hal tersebutlah yang kemudian mendasari lahirya teori tugas dalam konsep etika normatif, teori tugas dapat dikatakan sebagai sebuah kewajiban yang harus dilakukan oleh manusia untuk mematuhi nilai atau esensi yang telah tertanam, yang mana kepatuhan tersebut menjadi satu-satunya parameter dalam penilaian terhadap aktivitas yang dijalani oleh seseorang. Teori tugas sering juga dikatakan sebagai deontologi, yang mana penekanan terhadap niat, prialaku, dan kesadaran diri bahwa kepatuhan atau menjalani standar nilai yang telah tertanam adalah sebuah kewajiban yang harus dilakukan oleh manusia, baik kewajiban terhadap Tuhan, kewajiban terhadap diri sendiri, kewajiban tehadap orang lain, dan kewajiban terhadap alam. Oskar Schindler telah melakukan tugasnya dengan benar dan baik, yakni dengan memeprhatikan nilai-nilai kemanusiaan yang dimiliki oleh semua manusia tanpa mengesampingkan perbedaan agama dan ras, yang mana hal tersebut menjadikan tindakan atau upaya yang dilakukan olehnya dalam konteks menyelamtakan banyak nyawa orang yahudi dapat dikatakan sangat benar.

Teori Konsekuensialis: Secara rasional adalah sebuah hal yang wajar membentuk sebuah pemahaman baik dalam konteks keharusan ataupun batasan yang harus dilakukan oleh seorang manusia, hal tersebut disebabkan setiap prilaku yang dilakukan oleh seseorang dapat dipastikan melahirkan dampak yang akan dirasakan baik secara langsung maupu tidak langsung. Teori konsekuensialis membahas mengenai sebab akibat yang kemudian menjadi esensi dari tindakan maupun kesadaran seseorang terhadap etika yang berlaku dalam kehiduapan, teori tersebut juga lebih menekankan pada hasil yang di dapatkan dibanding proses yang terjadi. Secara garis besar teori konsekuensialis menempatkan akibat dari sebuah aktivitas sebagai penilaian utama, berbeda dengan teori kewajiban yang lebih menekankan pada niat awal atau kewajiban yang harus dijalani, dalam teori konsekuensialis seseorang dapat melanggar nilai yang berlaku jika hasil yang didapatkan memiliki nilai dan fungsi yang lebih besar dibanding aktivitas tersebut. Tak ayal teori tersebut mengharuskan para penggunanya untuk melakukan kalkulasi secara matang dari beragam aktivitas yang akan dijalankan sebagai penilaian utama dalam etika. Untuk menyelamatkan para kaum yahudi Oskar Schindler dapat dikatakan melanggar beberapa nilai etika, dirinya pada faktanya menyuap dan membeli orang-orang yahudi yang merupakan sebuah tindakan jual beli manusia untuk dibawa ke kampung halamannya, namun hal tersbut dapat dibenarkan dikarenakan kosenskuensi dari tindakan yang dilakukan oleh Oskar jauh lebih bernilai dari pelanggaran etika yang sebelumnya telah dilakukan, yang mana dirinya melakukan hal tersebut bukan untuk keuntungan dan kesenagan pribadi, melainkan untuk keselamatan orang-orang yahudi itu sendiri.

Apakah etika deontologis (non-konsekuensialis) cocok untuk menilai Tindakan Oskar (menyogok tapi menyelamatkan)?

Dalam susut pandang etika Deontologi yang lebih menekankan pada sebuah tindakan dibandingkan dengan hasil yang didapatkan, maka tindakan Oskar Schindler dapat dikatakan melanggar nilai-nilai etika melalui penyuapan, yang mana hal tersebut jelas sebuah tindakan yang salah dikarenakan melanggar nilai-nilai aturan yang berlaku pada saat itu. 

Nilai dari etika Deontologi yang sangat terpaku pada peraturan objektif manjadi dasar utama dari esensi etika tersebut, yang mana ketika peraturan yang berlaku pada saat itu melarang adanya sebuah konspirasi dengan tujuan-tujuan tertentu, maka tindakan penyuapan Oskar Schindler dapat sejatinya melanggar nilai etika karena secara langsung maupun tidak langsung telah melanggar aturan.

Fakta bahwa terdapat sebuah tujuan dan maksud dibalik sebuah tindakan pelanggaran aturan yang dilakukan oleh Oskar tidak serta merta menjadikan tindakan yang dilakukan oleh dirinya dapat dikatakan benar. Oleh sebab itu etika Deontologi juga disebuat sebagai etika non-konsekuensialis, yang tidak memperdulikan hasil atau maksud dari sebuah tindakan yang seseorang lakukan, melainkan hanya berfokus pada proses tindakan itu sediri yang telah diatur sedemikian rupa oleh hukum atau peraturan yang berlaku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline