Indonesia merupakan negara agraris, dimana masyarakat Indonesia sebagian besar berprofesi sebagai petani. Dengan sektor pertanian mendominasi mata pencaharian di Indonesia, tidak asing bagi masyarakat sekitar untuk memanfaatkan sumber daya alam yang ada, mulai dari perkebunan, peternakan, hingga pertanian dalam arti sempit. Hal tersebut sudah dicerminkan dengan banyaknya negara lain yang datang ke Indonesia untuk mencari rempah-rempah sejak zaman kolonialisme hingga saat ini Indonesia mengekspor hasil rempah ke berbagai negara.
Tingginya pertumbuhan penduduk menimbulkan beberapa dampak, di antaranya meningkatkan kebutuhan lahan untuk pemukiman, sarana infrastruktur, dan lahan pertanian. Namun, faktanya terjadi penyempitan lahan pertanian yang digunakan untuk pembangunan. Di sisi lain, pertumbuhan penduduk yang meningkat justru menyebabkan penurunan lahan pertanian (Moniaga, 2011). Sehingga anggapan bahwa Indonesia adalah negara agraris dirasa sudah tidak relevan dengan situasi yang ada saat ini.
Karena, lahan pertanian yang semula sangat luas, kini kian menyempit akibat adanya alih fungsi lahan menjadi lahan pemukiman, industri, maupun sarana infrastruktur. Hal lain yang menyebabkan menyempitnya lahan pertanian yaitu karena para petani merasa bahwa hasil pertanian tidak sebanding dengan pengorbanan yang dilakukan.
Sehingga, banyak petani yang memilih untuk menjual lahan pertaniannya. Lahan pertanian yang kian menyempit ini juga menyebabkan krisis bahan pangan, karena jumlah lahan pertanian yang ada tidak sebanding dengan jumlah penduduk Indonesia. Rata-rata pemilikan lahan persawahan untuk rumah tangga petani hanya berkisar antara 0,018 - 0,027 ha (Hotimah, 2013). Selain itu, masalah lain yang muncul yaitu masyarakat yang masih menggantungkan hidupnya pada pertanian juga mendapatkan hasil yang cukup rendah.
Dari masalah yang ada, dapat dikembangkan agrowisata yang dapat meningkatkan kembali pendapatan masyarakat sekitar desa wisata dan khususnya petani secara langsung. Untuk mengembangkan agrowisata tersebut, perlu adanya pembinaan yang bersinergi antara masyarakat sekitar sebagai pelaku usaha pertanian, sektor wisata, dan pemerintah. Sehingga dapat mewujudkan desa wisata berbasis alam dan potensi yang ada di desa. Hal ini perlu adanya koordinasi antarpihak terkait agar tujuan pengembangan agrowisata tercapai (Komariah et al., 2018).
Agrowisata
Agrowisata adalah suatu sistem kegiatan terpadu dan terkoordinasi yang bertujuan untuk mengembangkan pariwisata sekaligus pertanian yang berkaitan dengan pelestarian lingkungan dan peningkatan kesejahteraan petani (Utama, 2015).
Agrowisata juga dapat didefinisikan sebagai rangkaian aktivitas wisata dengan memanfaatkan sektor pertanian dalam berbagai sistem yang bertujuan untuk menambah pengetahuan, pemahaman, pengalaman, dan rekreasi di bidang pertanian (Tati Budiarti et al., 2013). Jadi, dapat dikatakan bahwa agrowisata adalah suatu kegiatan wisata yang memanfaatkan sektor pertanian untuk menambah pengetahuan, pemahaman, dan pengalaman di bidang pelestarian lingkungan, khususnya di bidang pertanian.
Telah terjadi pergeseran minat masyarakat dalam berwisata, dari yang sebelumnya mengunjungi wisata buatan kemudian berpindah ke wisata alam. Hal ini disebabkan karena kejenuhan pada objek wisata buatan, sehingga ini menjadi peluang yang dapat dimanfaatkan secara maksimal dalam menarik masyarakat untuk mengunjungi objek wisata berbasis alam dan budaya penduduk lokal (Satria, 2009). Kemudian, wisata alam dan pelestarian lingkungan juga dapat menarik minat masyarakat dalam melepas penat setelah rutinitas yang dilakukan masyarakat di tengah kota. Tentu saja wisata berbasis alam dan pelestarian lingkungan merupakan kegiatan yang menarik untuk dilakukan agar masyarakat dapat merasakan aktivitas berbeda dengan apa yang biasanya dilakukan.
Dalam mendukung kegiatan agrowisata juga dibutuhkan sarana dan prasarana yang memadai untuk wisatawan, sarana dan prasarana yang diperlukan meliputi kemudahan transportasi menuju lokasi, pelayanan yang baik, akomodasi yang memadai, dan juga kesadaran masyarakat sekitar akan keberadaan agrowisata tersebut (Izzati, 2019).
Potensi Agrowisata