Lihat ke Halaman Asli

Masyarakat Ikut Andil Atasi Kasus Anak

Diperbarui: 24 Mei 2016   18:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Hingga Mei 2016, Negara Indonesia bisa dibilang tengah darurat kekerasan terhadap anak. Berbagai persoalan menyelimuti kasus anak, mulai dugaan bullying, pemerkosaan, pencabuhan, hingga pelecehan seksual. Belum lagi penelantaran anak turut mengiring anak yang menjadi korban di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada 2015, ada sekitar 5.000 kasus kekerasan anak hingga 2014. Kalau sejak 2010 sampai 2015, kasus pelanggaran terhadap anak tercatat 21,6 juta dengan 58 persen diantaranya kejahatan seksual. Jumlah banyaknya kasus yang menimpa anak tersebut, mencengangkan banyak pihak dan Negara mulai sangat serius melihat kondisi tersebut (Kompas.com).

Khusus untuk pelecehan seksual terhadap anak, menurut beberapa literasi adalah suatu bentuk penyiksaan anak di mana orang dewasa atau pelanggaran yang dilakukan oleh remaja yang lebih tua terhadap seorang anak untuk mendapatkan stimulasi seksual. Bentuk pelecehan seksual anak termasuk meminta atau menekan seorang anak untuk melakukan aktivitas seksual, paparan senonoh dari alat kelamin kepada anak, menampilkan pornografi kepada anak, kontak seksual yang sebenarnya terhadap anak, kontak fisik dengan alat kelamin anak, melihat alat kelamin anak tanpa kontak fisik, atau menggunakan anak untuk memproduksi pornografi anak.

Dampak dan pengaruh pelecehan seksual anak termasuk rasa bersalah dan menyalahkan diri, kenangan buruk, mimpi buruk, insomnia, takut hal yang berhubungan dengan pelecehan, masalah harga diri, disfungsi seksual, sakit kronis, kecanduan, melukai diri sendiri, keinginan bunuh diri, keluhan somatik, depresi, gangguan stres pasca trauma, kecemasan, hingga penyakit mental lainnya.

Sekitar 15% sampai 25% wanita dan 5% sampai 15% pria yang mengalami pelecehan seksual ketika mereka masih anak-anak. Kebanyakan pelaku pelecehan seksual adalah orang yang kenal dengan korban, sekitar 30% adalah keluarga dari anak, paling sering adalah saudara, ayah, ibu, paman atau sepupu. Selain itu sekitar 60% adalah kenalan teman lain seperti keluarga, pengasuh anak, atau tetangga; orang asing adalah yang melakukan pelanggar hanya sekitar 10% dari kasus pelecehan seksual anak.

Layak untuk Anak

Belakangan ini, ratusan kabupaten/kota, ramai-ramai menerapkan konsep Kota Layak Anak (KLA). Diantara yang menjadi percontohan adalah Surakarta dan Denpasar, menjadi dua model terbaik yang sudah bisa dicontoh. Kebanyakan, wilayah yang menerapkan KLA ingin diakui agar bisa layak dihuni untuk tumbuhkembang anak secara berkelanjutan.

Sebagai catatan, berbagai kasus kekerasan terhadap anak telah berujung ke pengadilan. Bahkan telah diputus. Semua itu bermula dari pelaporan keluarga atau unsur masyarakat ke pihak Kepolisian, setelah itu penyelidikan sampai penyidikan, pelimpahan ke Kejaksaan, sampai persidangan di Pengadilan. Dalam setiap tahap, peran masyarakat sangat perlu untuk turut serta membantu membuka tabir kasus atau proses recovery setelah tuntas.

Masyarakat secara bersama-sama harus bisa terlibat untuk mengurangi persebaran kasus dengan korban anak. Dimulai dari rumah dan sekitarnya. Unsur masyarakat tidak boleh diam dan mendiamkan jika terjadi ketidakberesan pada anak. Sebab, berbagai kasus muncul karena banyak faktor, mulai adanya Teknologi Informasi (TI), pertemanan, hingga komunitas yang tidak mendukung. Belum lagi, "keteledoran" keluarga dalam memantau buah hatinya bergaul, dan bermasyarakat.

Oleh karena itu, masyarakat berperan cukup besar dalam menggerus maraknya kasus dengan sasaran anak. Karena, saat masyarakat mulai antipati, niscaya pengurangan angka kekerasan pada anak tidak makin surut, melainkan bertambah tinggi. Penegak hukum sampai sekarang masih terus berusaha turut menyadarkan masyarakat, melalui sosialisasi di lembaga-lembaga, sampai persuasif ke keluarga korban maupun pelaku. Jadi, semua harus ikut serta mengurangi persebaran kasus, hingga ke akarnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline