Belum pernah membaca versi webtoon-nya membuat saya sedikit meremehkan film yang pada penghujung Januari lalu menjadi pilihan dalam acara nonton bareng teman-teman Kompasianers Jogja (KJog). Bukan apa-apa, selama ini sangat jarang menonton film remaja, dengan alasan 'paling juga ceritanya mirip FTV yang gitu-gitu saja'. Seperti itu juga yang saya pikirkan saat mendapat tawaran menonton Terlalu Tampan, film besutan sutradara muda Sabrina Rochelle Kalangie. Tak ingin terjebak dalam penilaian tersebut, akhirnya sebelum filmnya tayang di bioskop, saya mulai mencari tahu... film apa, sih, yang akan kutonton ini? Owalah.. ternyata film ini diadaptasi dari webtoon yang pada masa beredarnya berhasil meraup jutaan pembaca. Dan, saat saya bercerita pada salah seorang teman kalau akan menonton film Terlalu Tampan, tanpa disangka, ternyata ia mengikuti webtoon-nya hingga tamat. Dengan semangat ia membeberkan versi webtoon-nya yang sungguh kocak dan absurd. Lantas mengalirlah dari mulutnya beberapa adegan konyol dalam webtoon yang membuat saya ikut terbahak. Baiklah, dari situ dan setelah mengintip trailer-nya, saya mendapat sedikit gambaran tentang film produksi Visinema Pictures yang rupanya tak bertema tentang percintaan drama remaja kebanyakan.
Berkisah tentang seorang remaja yang biasa dipanggil Kulin dengan segala problematika kehidupannya yang absurd. Keabsurdan hidup Kulin dimulai dengan nama-nama anggota keluarganya. Kulin yang bernama asli Witing Tresno Jalaran Soko Kulino, merupakan remaja 17 tahun yang sedang mengalami krisis percaya diri karena ketampanannya. Bapaknya bernama Archewe Johnson dan biasa dipanggil Pak Archewe yang kalau disambung dan dipenggal di bagian tertentu jadi terdengar pakar cewe(k), sesuai dengan kharismanya yang selalu membuat para cewek klepek-klepek. Kemudian, ada Bu Suk sebagai ibunya yang bernama lengkap Jer Basuki Mawa Bea, satu-satunya wanita yang bisa menaklukkan Archewe karena kecuekannya. Ada satu lagi anggota keluarga Kulin yang menurut saya namanya paling 'normal' meski kemudian panggilannya agak gimana gitu... ialah Okisena Helvin sebagai saudara satu-satunya Kulin yang biasa dipanggil Mas Okis, kakak yang di webtoon merupakan adik Kulin ini juga memiliki ketampanan hakiki, namun berbeda dengan Kulin, ia sangat fasih 'memanfaatkan' ketampanannya untuk mendapatkan cewek-cewek.
Punya wajah tampan atau cantik bisa dikatakan sebagai salah satu impian setiap remaja, agar bisa mendapat perhatian lebih dari orang-orang di sekelilingnya. Nah, Kulin yang tampannya keterlaluan ini justru risih dengan 'kelebihan' yang dimilikinya tersebut. Bukan tanpa alasan Kulin bisa mendapatkan ketampanan yang dikisahkan mampu membuat para lawan jenis--entah tua atau muda--mimisan saat memandangnya. Kulin memang dilahirkan dari keluarga tampan. Iya, selain bapaknya yang tampan, ibunya pun memiliki wajah tampan. Bahkan di webtoon, Bu Suk benar-benar digambarkan berwajah lelaki tampan tetapi berambut panjang. Pas banget diperankan oleh Iis Dahlia, yang dalam beberapa adegan, kumis tipisnya membuat gagal fokus. Bu Suk dulunya cantik, menjadi tampan karena ia menggunakan formalin sebagai sabun cuci mukanya. Hahahahaha... absurd banget, kan? Adegan itu tak akan dijumpai dalam film, karena hanya ada di webtoon.
Hari-hari Kulin dihabiskan dengan mengurung diri di rumah. Sekolah di rumah, main di rumah, apa-apa di rumah. Bisa dibayangkan, ya, bagaimana susahnya hidup Kulin. Biasanya orang merasa tak percaya diri saat punya kekurangan. Begitu pun Kulin, ia sama tak percaya dirinya seperti orang-orang yang memiliki kekurangan. Bedanya, Kulin tak percaya diri karena kelebihannya. Ia merasa tak aman dan merasa terancam akan efek yang ditimbulkan jika lawan jenis melihat wajahnya. Sampai-sampai, saat harus ke warung karena diminta Bu Suk membeli sesuatu, ia harus mengenakan masker agar ibu-ibu kompleks tidak kejang-kejang atau mimisan.
Tak ingin Kulin selamanya menjadi pribadi yang minder, kedua orangtua serta kakaknya terus mencari cara agar Kulin mau keluar dari tempurungnya, meninggalkan zona nyaman dan menghadapi apa yang menjadi ketakutannya selama ini. Setelah berbagai cara dicoba, akhirnya dengan rencana yang matang dan tentu saja absurd, keluarganya mampu membuat Kulin mau bersekolah di sekolah reguler pada semester terakhr masa SMA-nya.
Dari sini pertualangan Kulin bermula. Mulai dari mendapat perlakuan buruk oleh geng sekolah 3-TAK di hari pertama masuk sekolah hingga kemudian mendapat sahabat-sahabat seperti Kibo dan Rere yang bisa menerimanya sebagai orang biasa, bukan karena ketampanannya. Ada juga Amanda si terlalu cantik dari sekolah sebelah yang berbeda 180 derajat dengan Kulin dalam menyikapi kelebihannya. Kisah keluarga, persahabatan, dan percintaan menjadi bumbu-bumbu dalam film ini, masing-masing takarannya pas sehingga enak untuk dinikmati. Di sebuah adegan, saya sebal pada Kulin saat ia melakukan perbuatan curang terhadap sahabat yang telah menganggapnya sebagai keluarga, demi bisa mendapatkan sesuatu yang diinginkan. Halah, ternyata ia seperti remaja (tampan) kebanyakan yang menghalalkan berbagai cara untuk kesenangannya. Tapi, apakah Kulin benar seperti itu? Apakah ia berubah egois ketika merasa sudah bisa berbaur dengan orang lain? Ini, sih, wajib dicari jawabannya dengan menonton filmnya, karena ternyata film ini berbeda dengan film remaja lain yang seringnya berakhir happy ending dengan alur yang mudah ditebak tanpa ada plot twist.
Sekilas, film ini memang komedi remaja yang penuh hal receh, tapi sebenarnya banyak pesan yang diselipkan. Dukungan keluarga dalam tumbuh kembang anak sangatlah penting, meski dalam film ini digambarkan cara yang dilakukan Pak Archewe dan istriya tergolong absurd, wajar, yaa... kan mereka memang keluarga absurd. Namun yang pasti, tujuan mereka baik, untuk mendorong Kulin menjadi pribadi yang lebih mandiri, karena tak mungkin selamanya bergantung pada orang tua atau kakaknya. Lewat Kulin, film ini juga berpesan agar para remaja yang sedang dalam masa pencarian jati diri berani untuk mendobrak ketakutannya dan berani menjadi diri sendiri dengan kelebihan serta kekurangannya. Tinggakan zona nyaman untuk mendapatkan pengalaman hidup yang lebih berharga dan jangan pedulikan omongan orang lain tentang kita, karena seringnya mereka menilai dari luarnya saja.
Melalui film ini juga, penonton akan disuguhi manisnya persabahatan antara Kulin dan Kibo. Jarang-jarang, ya, ada film remaja yang sukses menampilkan chemistry persahabatan antar lelaki. Di Terlalu Tampan, sang sutradara sukses menciptakan bromance Kulin-Kibo, sampai-sampai saat mereka terlibat konflik, sakit hati yang dirasakan salah satunya ikut saya rasakan. Sakit, tapi nggak berdarah. Di sini, kesetiakawanan dua remaja ini diuji, dan apakah mereka berhasil melewati konflik tersebut? Lagi-lagi harus menonton filmnya untuk tahu jawabannya
Sepanjang film, saya disuguhi adegan absurd nan konyol yang berhasil membuat tak henti terbahak. Sungguh, keabsurdan yang terlalu menghibur. Ditambah lagi dengan banyaknya visual effect yang sengaja dibuat lebay (in a good way) khas komik, membuatnya kian renyah. Yang tak luput dari perhatian juga adalah outfit yang selalu cerah serta warna-warni, menjadikan film berdurasi sekitar 100 menit ini semakin menyenangkan dan memanjakan mata. Untuk bagian latar, saya paling suka pada rumah oma si Kibo yang bergaya shabby penuh kehangatan.
Dari segi pemeran, hampir seluruhnya tampan dan cantik. Serasa nonton film drama Korea pokoknya. Tak sekadar enak dilihat, mereka juga mampu menghidupkan karakter yang sebelumnya hanya ada dalam komik. Jika banyak penonton remaja tergila-gila pada Ari Irham pemeran Kulin yang memang super tampan--saking tampannya malah terlihat cantik, saya justru terpesona pada Marcelino Lefrandt pemeran Pak Archewe, yang pesonanya tak pudar sedikit pun sejak jadi papanya Lala di sinetron Bidadari. Maklum, di sini seleranya sudah menyangkut usia, ya. #ehh