Lihat ke Halaman Asli

Mesha Christina

TERVERIFIKASI

Pengumpul kepingan momen.

Prajurit 'Asing' di Keraton Yogyakarta (bag. 1)

Diperbarui: 26 Juni 2015   09:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1296127357764715384

Sebentar lagi peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW atau Maulid Nabi. Di Jogja, setiap kali peringatan ini selalu ada Upacara Grebeg yang disebut dengan Grebeg Mulud. Sebelum Grebeg itu tiba, lagi-lagi saya ingin menuliskan tentang bregada Keraton yang selalu ada dalam Upacara Grebeg. Setelah sebelumnya saya menulis tentang Prajurit Wirobrojo dan Nyutro, kali ini saya ingin menuliskan tentang prajurit yang konon berasal dari tanah Makassar, yaitu Prajurit Dhaeng dan Bugis, Putih dan Hitam. Kebetulan juga, dua prajurit ini adalah favorit saya. Berada di urutan kedua setelah bregada Wirobrojo, bregada Dhaeng tampak keren dengan seragam putih dan bulu ayam warna-warni di atas penutup kepala yang menjadi ciri khasnya. Seragam yang dikenakan sendiri berupa baju dan celana panjang putih dengan strip merah pada bagian dada dan samping celana. Penutup kepalanya berupa mancungan berwarna hitam dengan hiasan bulu ayam warna merah putih. [caption id="attachment_86001" align="aligncenter" width="300" caption="bregada dhaeng dan pandega-nya (jogjadankeraton.blogspot.com)"][/caption] Seperti bregada lainnya, bregada Dhaeng juga memiliki umbul-umbul atau bendera yang dinamakan Bahning Sari. Nama ini berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu kata bahning berarti api dan sari berarti indah/inti. Secara filosofis bermakna pasukan yang berani dan pantang menyerah seperti semangat inti api yang tidak pernah kunjung padam. Dan untuk dwaja-nya bernama Kanjeng Kyai Jatimulyo atau Doyok. Kalau bregada Wirobrojo didampingi langsung oleh Maggalayudha (panglima), bregada Dhaeng ini didampingi olehseorang Pandega atau asisten panglima. Alat musik yang dibawa adalah tambur, seruling, pui-pui, kecer, ketipung, dan bende. Alunan lagu yang dimainkan berjudul Kenobo untuk lampah pelan dan Ondal-Andil untuk lampah cepat. Untuk alat musik, Dhaeng merupakan salah satu dari tiga bregada yang membawa bende. Kemudian senjata yang mereka bawa diantaranya adalah tombak, bedhil (senapan), dan keris dengan kerangka bermotif tertentu. [caption id="attachment_86003" align="aligncenter" width="300" caption="para prajurit dhaeng dengan alat musiknya (flickr.com)"]

1296127576912237757

[/caption] Mengapa bernama Dhaeng?  Tentu saja hal ini karena asal muasal prajurit ini yang diperkirakan dari Sulawesi, tepatnya Makassar. Dhaeng merupakan sebutan gelar bangsawan di Makasar. Sedangkan secara filosofis Dhaeng bermakna prajurit elit yang gagah berani seperti prajurit Makasar pada waktu dahulu dalam melawan Belanda. Dahulu, untuk ciri nama-nama para prajurit dalam bregada ini selalu disertai dengan kata Niti. [caption id="attachment_86004" align="aligncenter" width="300" caption="saya narsis dengan pak asep, salah satu perwira dhaeng, di grebeg besar tahun lalu (dok. pribadi)"]

12961276571180714866

[/caption] Konon, awal keberadaan prajurit ini merupakan kiriman dari Pura Mangkunegaran Surakarta untuk mengawal GKR Bendoro (putri kedua dari Hamengku Buwono  I yang diperistri KGPAA Mangkunegoro I yang kemudian diceraikan dan dikembalikan pada orang tuanya. Untuk menjaga hal yang tidak diinginkan, kepulangan sang mantan istri, GKR Bendoro dikawal oleh pasukan pilihan, yaitu prajurit Dhaeng. Sesampai di Keraton Yogyakarta, prajurit ini justru disambut dengan baik, hal inilah yang kemudian membuat prajurit Dhaeng tidak mau pulang ke Surakarta. Mereka kemudian mengabdi dengan setia kepada HB I. Laskar Dhaeng kemudian oleh HB I diganti menjadi Bregada Dhaeng. [caption id="attachment_86002" align="aligncenter" width="300" caption="patung dhaeng di ujung jalan masuk kampung dhaengan (dok. gugun7)"]

12961278141504862376

[/caption] Daerah yang merupakan tempat tinggal para prajurit Dhaeng dulu terletak tepat di sebelah Barat Daya benteng Keraton. Kini daerah tersebut dikenal dengan nama kampung Dhaengan. Di ujung jalan sebelum masuk ke kampung ini terdapat sebuah patung Prajurit Dhaeng dengan pakaian lengkap berpangkat Panji. (bersambung) Tulisan terkait: #Dhaeng dan Bugis, Favoritku…. #Tak Bisa Ngrayah Gunungan, Nongkrong di Pratjimosono pun Jadi #Si Lombok Abang #Prajurit Nyutro, Unik atau Seram?? #(Urutan) Upacara Grebeg Kraton Jogja #Canting ke Grebeg Besar 1431 H

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline