Lihat ke Halaman Asli

From Toilet to Tap

Diperbarui: 26 Juni 2015   19:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Menarik sekali dengan berita yang dimuat oleh The Jakarta Post pada akhir Agustus 2009 mengenai ide untuk proses daur ulang air (recycling) di sejumlah perusahaan korporasi besar dalam jasa pengelolaan gedung (bertingkat) di Jakarta karena adanya rencana pemerintah terbaru untuk menaikkan harga air (terutama dari sumur dalam) sampai hampir 16 kali dari harga sekarang.

Tentu saja dengan kenaikan harga yang setinggi itu akan "memaksa" sejumlah perusahaan pengelola gedung melakukan sejumlah effisiensi untuk mengurangi penggunaan air dengan cara melakukan proses daur ulang dengan cara memanfaatkan air limbah (domestic waste) untuk dipakai kembali untuk keperluan penyiraman tanaman, cuci mobil atau sebagai air umpan pendingin (chiller atau cooling tower).

Namun apakah hanya sampai sebatas itu air limbah dapat dipergunakan kembali. Nah judul di atas akan membahas apakah memungkinkan untuk memanfaatkan air buangan/limbah dari toilet/kamar mandi untuk diolah kembali sebagai air bersih bahkan untuk air minum. Apakah ada teknologi pengolahan air untuk menolah air tersebut dan seberapa mahal biaya investasi dan pengoperasiannya, maka jawaban saya adalah ada.

Seperti negara Singapura sekarang ini telah melakukan hal tersebut karena sumber daya airnya yang lumayan terbatas terlebih dengan adanya konflik dengan pemasok air dari Johor Bahru Malaysia yang menjadi pemasok utama. Sistim daur ulang tersebut telah terpasang di Bedok yang mengolah air limbah domestik menjadi air minum yang kemudian diintegrasikan dengan air bersih yang ada. Menyusul kemudian negara Australia yang sekarang dalam proses konstruksi.

Kembali ke teknologi, sebenarnya teknologi terbaik untuk "mengembalikan" air dari "toilet to tap" adalah teknologi membrane (baik ultrafiltrasi ataupun reverse osmosis), dengan tentu saja air limbah tersebut telah diolah terlebih dahulu dalam Unit Pengolah Air Limbah (Limbah) sebelum masuk ke dalam membrane. Pada prinsipnya proses pemurnian di dalam membrane, polutan utama dari air limbah (misalnya bakteri dan virus) tidak akan mampu melewati pori-pori membrane karena uluran bakteri/virus lebih besar daripada ukuran pori-pori membrane. Dengan tingkat recovery yang cukup tinggi, contohnya dari air limbah masuk 100 m3/jam dapat dihasilkan produk 90 m3/jam air bersih (dengan kualitas yang lebih bagus dari air PAM-dijamin) maka teknologi ini sebenarnya sangat dapat diandalkan.

Mengenai biaya investasi & operasional, pada awalnya (sekitar 5-10 tahun yang lalu) teknologi ini termasuk sangat mahal, namun sekarang dengan banyaknya pengguna dan masukknya barang dari China atau Korea, maka harganya menjadi sangat kompetitif. Sedangkan untuk biaya operasional biaya terbesar adalah biaya pemakaian listrik untuk pompa, namun karena pompa dapat menggunakan pompa dengan tekanan rendah dan biasa maka biaya listriknya dapat ditekan.

Namun mungkin bagi kita yang menjadi concern adalah masalah psikologis (apakah kita bisa menerima kalau kita minum dari air toilet), mungkin edukasi sangat diperlukan untuk menjelaskan bahwa teknologi ini sangat aman. Namun saya yakin bahwa dengan semakin terbatasnya sumber persediaan air, ke depan teknologi ini pasti akan diaplikasikan




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline