Lihat ke Halaman Asli

Martabak Istimewa

Diperbarui: 24 Juni 2015   00:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

INI tentang kegagalan berpikir, atau bisa jadi ini tentang besarnya porsi penggunaan emosionalitas kita (rasa plus hati) dalam melihat/menilai suatu hal. Tulisan ini terinspirasi dari status teman saya pagi ini. Teman saya menulis begini: “siapapun bisa membahagiakanmu karena melakukan suatu hal yang istimewa, hanya orang yang istimewa yang bisa membahagiakanmu tanpa melakukan apapun”. Sejenak saya termenung. Lantas saya bergumam: “neraka macam apa ini jika semua orang berpikir begini?”

Segera saya memperluas ide ini pada konteks yang jauh di luar apa yang dipikirkan teman saya ketika menuliskan statusnya itu. Karena mungkin saja inilah yang saat ini masyarakat kita sedang mengidap cara berpikir seperti ini. Secara tergesa dan umum saya mencontohkan Joko “Jokowi” Widodo yang saat ini sedang menjadi trend di media arus utama dan media sosial. Bukankah hampir semua orang melihatnya sebagai sosok yang istimewa bahkan jika pun beliau tidak melakukan hal istimewa pun. Jokowi tetap istimewa, begitulah adanya. Namun, Jokowi adalah orang istimewa yang melakukan hal istimewa juga.

Kita sedang membayangkan harapan-harapan ketika kita menyematkan identitas “istimewa” kepada sesuatu (benda atau makhluk hidup). Sama ketika dulu gegap gempita orang mengharapkan Obama (Presiden Amerika Serikat) sebagai sosok istimewa yang mampu membawa perubahan pada dunia. Namun Obama tetap saja mengobarkan perang, dan tetap tidak membawa perubahan pada tata dunia yang baru.

Saya bukanlah pembenci Jokowi, bahkan dalam beberapa hal saya mengharapkan Jokowi mampu mengambil peran besar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam harapan yang saya sematkan pada Jokowi itulah sepatutnya kita lihat apa yang sudah dilakukannya. Betul memang Jokowi adalah ‘orang istimewa’ di tengah carut marutnya kondisi sosial politik Indonesia. Namun hanya tindakan (kerja) Jokowi-lah yang bisa dipakai untuk mengukur kedalaman kesadaran keperpihakannya pada masyarakat. Dengan demikian, keistimewaan melekat pada suatu hal karena kemampuannya memberikan rasa serupa pada orang lain.

Saya kira hanya martabak istimewalah yang tidak perlu melakukan apapun untuk membahagiakan orang lain. Tentu saja martabak istimewa hadir karena sudah istimewa dari awal, dari komposisi dan kandungannya. Akan tetapi orang istimewa tetap saja harus dilihat dari apa yang dilakukannya sehingga orang lain bahagia. Dan sayangnya, hanya ada tiga jenis martabak: biasa, super, dan special. Tidak ada yang istimewa. []

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline