Lihat ke Halaman Asli

Sebuah Penantian

Diperbarui: 27 Maret 2021   19:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kontras diksi[1] antara dunia fana dan alam baka

 

(Cerpen oleh F. Sugeng Mujionno)

 

Eko...

 

Sesaat semuanya hilang ... dan hilang..., tak tahu apa-apa..., tak tahu apa yang terjadi..., tak tahu berada di mana..., sebelum kemudian Eko menyadari  bahwa ia berada dalam suatu kegelapan yang amat sangat. Semuanya gelap, teramat pekat. Ia tak tahu berada di mana. Ia tak tahu mana timur, mana barat, mana utara, mana selatan.  Bahkan ia tak tahu mana bawah, mana atas, mana kiri, mana kanan.  Gelap..., pekat...

 

Eko berusaha bergerak. Tangannya meraba-raba, berusaha meraih sesuatu untuk pegangan, namun kosong. Ia menggerakkan kaki kalau-kalau bisa melangkah, namun tak terasa adanya suatu pijakan. Oohh, semuanya kosong...

 

Muncul seberkas sinar yang amat redup, nun... jauh. Eko berusaha mendekat, jauh....amat. Oohh, tanpa pijakan ia bisa melayang ke arah sinar itu. Lambat laun ia menyadari, bahwa ia berada dalam sebuah lorong yang amat panjang nan gelap. Ia melayang dan melayang ke arah sinar, laksana kapas dihembus angin.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline