Lihat ke Halaman Asli

Referendum Sebagai Hak Tertinggi Rakyat

Diperbarui: 17 Juni 2015   21:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

PENDAHULUAN

Dalam sebuah negara yang demokratis, hak rakyat ditetapkan sebagai pilar utama yang menentukan semua mekanisme politik di lembaga permusyawaratan dan perwakilan rakyat. Ketentuan ini termaktub dalam UUD dan Ideologi bangsa, dan dengan perintah konstitusi tersebut harus dilaksanakan secara baik dan tepat melalui Undang-Undang dan Peraturan Pelaksananya. Mengingat urgensi dari hak rakyat dalam suatu demokrasi, pemerintah harus dan wajib menjaga dan memelihara serta menjunjung tinggi dalam setiap political decition yang dihasilkan oleh lembaga eksekutif dan legislatif. Memperhatikan tujuan dari satu negara mengandung makna bahwa pemerintah harus melaksanakan setiap perundang-undangan yang demokratis untuk memberi kesejahteraan pada rakyat serta menempatkan rakyat sebagai sumber dari dinamika politik menuju suatu bangsa yang berdaulat. Menetapkan hak-hak rakyat sebagai tujuan utama demokrasi, mulai dari hak memilih (suara), melindungi suara rakyat, mempasilitasi suara rakyat hingga mengembalikan kepada rakyat dalam bentuk ril seperti kebutuhan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, kesempatan bekerja, pencerdasan politik, ketahanan pangan, keamanan, kelayakan hidup, keadilan dan sarana kesejahteraan rakyat lainnya.

1. Hak Memilih

Berdasarkan defenisi dari Demokrasi itu sendiri, bahwa rakyat memegang peranan dalam kelangsungan sebuah bangsa. Dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat harus dilaksanakan dengan benar dan tidak boleh terputus, karena demokrasi itu sendiri adalah satu mekanisme politik yang terkait satu sama lain. Bahwa political decition itu berasal dari rakyat dan setiap political decition itu adalah mufakat rakyat dan dilaksanakan sebagai kehendak rakyat untuk memberikan kesejahteraan rakyat eksplisit bangsa dan negara. Artinya, lembaga pemerintahan (eksekutif, legislatif dan judikatif) harus menyelenggarakan pemerintahan yang pro rakyat, menempatkan kedudukan rakyat sebagai pemegang kedaulatan bangsa dan negara. Menimbang dan memperhatikan kedudukan rakyat sebagai pemegang kedaulatan, maka hak memilih (suara rakyat) tidak boleh dan tidak dapat disubtitusikan kepada perorangan, badan hukum atau lembaga negara. Hak suara setiap rakyat adalah berdiri sendiri, setiap suara mempunyai nilai yang sama dan secara keseluruhan merupakan satu kesepakatan untuk menentukan arah dan tujuan bangsa. Ini poin penting dari pencermatan demokrasi, apakah sudah dilaksanakan pemerintah dengan baik dan tepat dan dituangkan dalam perundang-undangan terkait.

2. Pemilihan Pemimpin Sesuai Kehendak Rakyat.

Mekanisme pemilihan pemimpin baik di pusat maupun di daerah secara demokratis dapat dilihat dari perundang-undangan terkait Pemilu. Undang-Undang Pemilu harus jelas dan tegas menetapkan posisi rakyat sebagai pemegang kedaulatan, bahwa hak memilih langsung ada pada rakyat bukan pada lembaga tertentu. Undang-Undang Pemilu tidak boleh menetapkan lain tentang hak memilih rakyat dan tidak mengatur pengecualian. Pendelegasian hak memilih pemimpin dari rakyat kepada lembaga tertentu sangat bertentangan dengan kehendak dari demokrasi, maka Undang-Undang Pemilu tersebut dapat disebut tidak demokratis. Satu negara yang belum atau tidak melaksanakan pemilu secara demokratis disebut juga negara yang belum berdaulat, bahwa kekuasaan pemerintahan menjadi tirani bagi rakyat. Kekuasaan pemerintah cenderung tidak tak terbatas (absolut), bahwa kepentingan rakyat ditentukan kekuatan kelompok (partai) pemegang kekuasaan di eksekutif dan legislatif. Kontrol kepada eksekutif dan legislatif serta merta menjadi hilang, rakyat tidak dapat melakukan mosi tidak percaya bila eksekutif dan legislatif melakukan pelanggaran terhadap konstitusi. Pengkebirian hak suara rakyat dimaknai sebagai pembatasan kedaulatan rakyat, rakyat menjadi pasif dan semua kepentingan rakyat bukan diatas kepentingan kelompok (partai). Pemilihan pemimpin yang demokratis haruslah sesuai kehendak rakyat bukan kehendak kelompok (partai).

3. Pemilihan Pemimpin Yang Tidak Demokratis.

Pendelegasian atau subtitusi hak memilih rakyat kepada lembaga tertentu (legislatif) dalam menentukan siapa pemimpinnya disebut Pemilu Ademokratis. Mekanisme politik yang termaktub adalah adanya pengkhususan atau pembatasan hak suara rakyat (diwakilkan) , dan mekanisme politik ini tidak dapat dikatakan sebagai Pemilihan Umum (Pemilu). Umum yang dimaksud dalam Pemilu adalah bahwa seluruh rakyat memakai/mempergunakan hak pilihnya dalam menentukan siapa pemimpinya (eksekutif) dan siapa wakilnya di pemerintahan (legislatif) dalam mengawasi kinerja eksekutif.

Pemilihan yang demokratis itu harus memenuhi 2 aspek kedaulatan rakyat yaitu :

a. Memilih Pemimpin Rakyat sebagai pelaksana eksekutif (pemerintahan) dan,

b. Memilih Wakil Rakyat sebagai pelaksana legislatif (pengawasan).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline