Lihat ke Halaman Asli

Safira Ruhama

Aku Bukan Siapa-siapa, hanya musafir yang mencari RidhoNya

Kamu Vs Pikiran Menderita (Part 1)

Diperbarui: 9 Januari 2022   19:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Apakah kamu pernah merasakannya?  

Pikiran Menderita.

Kucoba mengartikan makna menderita sebagai sesuatu yang menjauhkanku dari segala perasaan damai. Keliatannya sesederhana itu di tulisan tapi ternyata apapun yang menjauhkan kita dari perasaan damai perlu kita sembuhkan dengan sungguh-sungguh.

Pagi itu aku duduk di halaman rumah. Langit berwarna abu-abu dan udara sedikit berkabut. Kucoba menikmati pagi dengan secangkir teh, musik yang menyala, dan buku yang belum selesai kubaca. Bisa dibilang ini adalah salah satu cara favoritku untuk mengisi pagi hari ketika libur.

Di tengah asyiknya membaca, aku terhenti sejenak dan menyadari ternyata segala yang ada di sekelilingku sangat indah. Awan dan langitnya yang mendung, cuaca yang sejuk, segerombolan burung yang lalu lalang, daun-daun berhambur dari pohon yang tumbuh di halaman samping rumahku. 

Perasaan yang sangat damai dan cukup menyelimutiku kala itu. Aku merasa mampu melihat dengan jernih lalu tiba-tiba merasa segala ketergesaan, kecemasan, kepanikan, kesedihan yang aku rasakan terasa sebagai sesuatu yang konyol.

Semua tekanan bathin, bahkan kelas-kelas inner healing yang pernah aku ikuti menjadi tergantikan saat itu. Ketika menyadari bahwa kedamaian dan kebahagiaan nyatanya sangat dekat denganku. 

Dan kesembuhan yang sempurna bisa aku dapatkan dari situ. Dari kehidupan yang jauh dari tekanan, dari senyum ibu yang sibuk bereksperimen memasak ini dan itu untuk dihidangkan tetapi tetap menerima dan bahagia melakukannya ditengah padatnya jam kerja, dari seseorang yang dengan keterbatasan tubuhnya tapi tetap memiliki prestasi meskipun beberapa kali gagal, dari pikiran yang menyadari ilusi-ilusi tuntutan hidup dan kemampuan melihat situasi dari berbagai sisi, dari pikiran yang menerima.

Kala itu beberapa malam di awal tahun baru, aku melontarkan berbagai pikiran dan pertanyaan random kepada kekasihku. Dengan amat begitu sabar ia membalas segalanya rinci. Kubaca kata demi kata jawaban darinya.

Aku mengambil buku catatan dan meneruskan menuangkan isi pikiranku yang ramai secara visual. Pikiran yang sering muncul dari beberapa malam sebelumnya. Tanganku bergerak menyelesaikan peta mengenai apa yang terjadi di kehidupanku bulan demi bulan di tahun sebelumnya? Lalu melihatnya menyeluruh, apa yang terjadi dalam hidupku selama setahun lalu?

Aku kembali memindai kapan dan dimana aku merasa berada di titik paling rendah dan dimana titik balik terjadi dalam hidupku di tahun lalu. Apa terobosan terbaru yang aku jalankan di tahun itu dan apa yang tidak aku lakukan di tahun-tahun sebelumnya. Emosi apa yang mendominasiku, pemahaman baru apa yang signifikan yang aku peroleh mengenai diriku sendiri, kehidupan, dan sepanjang tahun lalu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline