Tahun 2003 ketika saya baru saja kelas 3 SD, saya mulai berkativitas di jalanan untuk mengamen dan berdagang. Keadaan ekonomi yang tidak stabil menjadikan kehidupan di jalan menjadi kebiasaan dan kebutuhan. Kerap kali hasil dari mengamen dan berdagang dipergunakan untuk membayar segala kebutuhan sekolah, juga uang makan sehari-hari untuk keluarga.
Saya anak pertama, dari 3 bersaudara. Bapak saya adalah buruh bangunan, dan Ibu seorang asisten rumah tangga yang tidak menetap. Pendidikan merupakan hal yang orang tua saya tekankan, sekolah harus terus berlanjut sampai dengan SMA meski dengan perjuangan yang banyak menyesakkan dada.
Kehidupan di jalan memang keras dan rentan mengalami banyak masalah. Pergaulan bebas adalah salah satu yang dapat terjadi di jalanan. Minuman keras dan mabuk-mabukan menggunakan lem aibon misal menjadi mudah dilakukan. Belum lagi rentan terjadinya perdagangan manusia, eksploitasi seksual, juga kekerasan. Hal-hal demikian telah terjadi kepada beberapa kawan-kawan saya di jalanan.
Sedang saya pernah mengalami kekerasan yang dilakukan oleh kawan sendiri, dan orang tua. Beruntungnya saya belum pernah mencoba minuman keras, atau menjadi korban perdagangan manusia. Saya membatasi diri saya dengan rasa penasaran terhadap minuman keras/rokok, saya masih memiliki rasa malu kepada tetangga dan sodara-sodara saya untuk tidak mencobanya.
Situasi-situasi tersebut mengakibatkan adanya perhatian dari para aktivis anak. Salah satunya adalah Yayasan Bahtera Bandung. Sebuah yayasan yang mengajar dan memberdayakan anak jalanan melalui berbagai macam kegiatan. Misalnya kegiatan belajar menulis, berlatih alat musik, belajar membuat lagu, belajar membaca, keterampilan dan kegiatan lainnya.
Pada saat saya kelas 3 SMP saya mulai menemukan potensi saya. Kala itu saya gemar dalam memainkan alat musik gitar dan menulis lagu, alhasil saya membentuk sebuah band bersama dengan kawan-kawan saya di jalan lainnya yang dimentori oleh kakak pendamping dari Yayasan Bahtera.
Band tersebut berhasil manggung di beberapa acara yang difasilitasi oleh Yayasan, atau mendapati undangan dari sebuah perusahaan, universitas, juga instansi pemerintahan. Paling hebat kala itu, band kami menjadi musik pengiring pada sebuah teater yang di mana para aktornya adalah kawan-kawan jalanan saya pula.
Itu adalah projek sebuah organisasi sosial dari Belanda yang bekerja sama dengan kelompok teater di Bandung dan Yayasan Bahtera. Sebuah pertunjukan yang mengisahkan kehidupan di jalanan itu berhasil tampil di 20-an tempat di Kota Bandung. Momen itu membuat kami merasa jadia artis hehehe.
Apresiasi dari penonton yang antusias untuk menonton pertunjukan teater sangat luar biasa. Kami merasa dihargai dan diberi kesempatan untuk menaikan rasa percaya diri kami untuk tampil di depan banyak orang.
Anak jalanan telah mendapatkan stigma buruk dari masyarakat, kerap kali mereka dikucilkan dan dianggap sebagai sampah masyarakat. Barangkali karena penampilannya yang kotor dan dekil, atau karena prilakunya yang bandel. Tapi bukan kah setiap anak itu memang ada yang bandel?
Penerimaan masyarakat yang memandang sebalah mata kepada meraka, membuat diri mereka merasa asing ketika berada di luar komunitasnya. Hal tersebut yang juga saya rasakan, saya merasa malu untuk tampil atau masuk dibeberapa tempat dengan masyarakat luar.