Lihat ke Halaman Asli

Patrix W

just an ordinary man

Kontroversial Demo Omnibus Law

Diperbarui: 17 Oktober 2020   19:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Salah satu pertanyaan bernada sinisme yang sering diajukan kepada para pedemo omnibus law (UU Cipta Kerja) saat ini adalah apakah mereka sudah membaca dan mengetahui isi undang-undang tersebut? 

Bagi saya pribadi pertanyaan ini lucu. Lucu karena diajukan kepada para pedemo yang rata-rata kaum buruh, yang tentu tidak punya waktu untuk menelaah lembar demi lembar isi undang-undang setebal 900an halaman tersebut. 

Pertanyaan ini dengan demikian menafikan peran warga negara untuk ikut berpartisipasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di republik tercinta ini. Mungkin pertanyaan ini berangkat dari motif bahwa apa yang kita mau kritisi harus didasarkan atas pengetahuan ini. Namun, argumentasi seperti ini juga tidak bisa diterima karena beberapa alasan. 

Pertama, tidak membaca undang-undang tersebut tidak berarti tidak mengetahui isi undang-undang. Pengetahuan akan isi UU Cipta Kerja bisa saja didapat dari sumber informasi terpercaya, seperti melalui surat kabar nasional, wawancara televisi, keterangan pers, dan lain sebagainya. 

Kedua, bahkan meski bila para pedemo itu sama sekali tidak mengetahui isi undang-undang ini, namun ketika terdapat tokoh-tokoh yang dipercaya menyuarakan protes atau kritikan, maka massa bisa saja melakukan demonstrasi. Kredibilitas dan integritas para tokoh ini tentu menjadi dasar pijakan mereka. 

Ketiga, proses penetapan RUU menjadi UU saja diyakini masih bermasalah. Bagaimana mungkin setelah disahkan ternyata UU yang ada masih dikatakan bersifat draft yang katanya belum final? Dan anggota DPR sendiri saja masih belum memegang draft RUU tersebut. Tidak salah bila muncul kecurigaan bahwa UU ini rentan untuk disisipi pasal-pasal titipan.

Pemerintah tidak perlu menanggapi sinis aksi buruh dan mahasiswa ini. Agar tidak memberikan efek bola salju yang makin lama makin membesar dan kemudian dipolitisasi oleh lawan-lawan politik, maka beberapa hal ini perlu segera dilakukan. 

Pertama, pemerintah dan DPR perlu transparan baik menyangkut draft undang-undangnya maupun proses legislasinya. Kedua, pemerintah perlu membuka ruang-ruang diskusi terkait pasal-pasal kontroversial yang menjadi perdebatan. Jika memang tidak ada pasal yang merugikan, mengapa tidak dibuka ruang perdebatan? Ketiga, pemerintah juga perlu menjelaskan urgensi penetapan UU yang dinilai secepat kilat ini. Terutama di masa pandemi ini.

Memainkan narasi bahwa demonstrasi di berbagai daerah ditunggangi oleh pihak-pihak tertentu adalah pernyataan kekanak-kanakan yang tidak pada tempatnya diucapkan oleh pemerintah. Sebab, jika betul ditunggangi, mengapa para penunggang tersebut tidak ditangkap dan diproses sesuai hukum yang berlaku? 

Kesan saya pemerintah justru sedang berusaha membungkam suara kritis masyarakat dengan membangun narasi-narasi kejam seperti itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline