Lihat ke Halaman Asli

SeverinoLH

Active Talker

Toxic Relationship: Karena Anak Hanyalah Rakyat

Diperbarui: 22 November 2020   15:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber gambar: www.unsplash.com/Marcos Paulo Prado

Kemarin saya membahas toxic relationship dalam hubungan asmara. Kali ini saya akan membahas toxic relationship yang terjadi di dalam lingkungan keluarga, khususnya hubungan orang tua dan anak.

Sudah kita jalani bersama, serta dibudayakan, bahwa orang tua adalah superior. Di dalam keluarga terdapat hirarki yang jelas dan tegas. Bahwa orang tua (khususnya ayah) adalah superior, sedangkan anak adalah anggota disiplinnya.

Dengan kepastian hirarki ini, maka tentu ada beberapa kesenjangan yang kerap terjadi. Keputusan orang tua adalah mutlak, dan pasti baik. Sedangkan anak hanyalah entitas yang masih perlu belajar dan akan awet seterusnya. Orang tua cenderung mendominasi, dan anak sering bungkam.

Sudah sering dengar bukan, ada banyak anak yang menjalani pekerjaan yang sebenarnya bukan keingingannya. Ada yang terpaksa menjadi dokter karena ia lahir dari keluarga yang para anggota keluarga sebelumnya adalah dokter, termasuk orang tuanya. 

Bila tidak menurut, anak sering diancam tidak akan ditopang lagi kehidupannya. Ketakutan anak diasingkan dari keluarga membuat banyak anak yang menerima saja hal itu.

Dari hal ini dapat terlihat bahwa kecenderungan hubungan di dalam keluarga menjadi toxic mayoritas disebabkan oleh pihak orang tua. Penting bagi para orang tua untuk terbuka menerima pemikiran dari anak.

Membangun ketakutan pada anak terhadap orang tua (gaya otoriter) akan membangun tembok hubungan orang tua dan anak. Hal ini akan mengawali toxic relationship yang terjadi di dalam lingkungan keluarga.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline