Lihat ke Halaman Asli

SeverinoLH

Active Talker

HIV/AIDS Masih Menjadi Momok

Diperbarui: 2 Desember 2019   17:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: shutterstock.com

HIV/AIDS masih menjadi momok menyeramkan dalam dunia kesehatan. Bahkan dalam lingkungan sosial pengidap HIV/AIDS keberadaanya sering dianggap aib. Stigma buruk yang melekat pada pengidap HIV AIDS membuat penanganan pada kasus ini menjadi sulit dijangkau oleh pemerintah dan layanan kesehatan. Alasan dominan adanya diskriminasi dari masyarakat terhadap pengidap HIV/AIDS, karena mereka takut tertular virus dan penyakit tersebut. 

Data laporan dari Joint United Nations Programme on HIV/AIDS (UNAIDS) pada tahun 2018 mencatat sebanyak 36,9 juta pengidap AIDS yang diakibatkan oleh HIV. Dari angka tersebut, 1,8 juta adalah pengidap yang berusia di bawah 15 tahun. Dalam pengelompokan berdasarkan jenis kelamin, 18,2 juta adalah perempuan dan 16,9 adalah laki-laki. Dari angka 36,9 juta itu, hampir 10 juta tidak menyadari bahwa dirinya berada pada kondisi tubuh yang berbahaya. Di Asia Pasifik terdapat 5,2 juta pengidap HIV/AIDS, dan 620 ribu diantaranya berada di Indonesia. 

Pengidap HIV/AIDS tertinggi berasal dari kelompok pengguna narkoba suntik dengan persentasi 28,76%, kelompok homoseksual dengan persentase 25,8%, kemudian disusul transgender dengan persentasi 28,76%, pekerja seks komersial dengan persentase 5,3%, dan sisanya adalah para tahanan. 

Problema HIV/AIDS masih menjadi pekerjaan rumah pemerintah yang rumit. Ketakutan para pengidap untuk dialienasi dari lingkungan sosial membuat mereka enggan terbuka dengan kondisinya. 

Kebanyakan orang juga enggan untuk memeriksakan diri ke layanan kesehatan perihal apakah dirinya positif HIV/AIDS atau negatif. Masih banyak yang enggan melakukan tes dengan berbagai alasan. Ada yang terlalu percaya diri bahwa dirinya tidak mungkin mengidap HIV/AIDS, adapula yang tidak merasa hal itu penting untuk dilakukan, ada yang takut apabila mendapatkan hasil positif. Keterlambatan pemberian terapi pada pengidap HIV/AIDS membuat virus di dalam tubuhnya menjadi semakin besar angkanya. Sejak dini penanganan diberikan akan semakin tinggi kesempatan untuk menjalani aktivitas seperti normalnya. 

Lantas untuk menangani masalah ini harus mulai dari mana? Semua berawal dari diri sendiri. Keberanian untuk memeriksakan diri, keberanian untuk mengumumkan diri, semua itu akan membantu pemerintah untuk dapat segera memberikan terapi antiretroviral (terapi ARV). Dengan mendapat terapi sejak dini, penderita dapat menekan perkembangan virus di dalam tubuhnya, serta memberkan kesempatan hidup yang lebih panjang. 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline