Lihat ke Halaman Asli

Romantisme Payung Teduh

Diperbarui: 27 April 2019   20:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

style.tribunnews.com

                                              

Sang pujaan tak juga datang

angin berhembus bercabang

rinduku berbuah lara, uh lara

Begitulah sepenggal lirik salah satu lagu favorit saya sepanjang masa (setidaknya hingga detik ini hihihi). Disuarakan dengan vokal yang lembut nan khas, pun begitu dengan musiknya. Ringan dan teduh di hati. Sesuai dengan nama grup musiknya, Payung Teduh.

Saya lupa saatnya, entah di semester yang mana di masa perkuliahan. Pertama kali saya menyaksikan Payung Teduh dalam program Radio Show yang tayang di TVOne.

Suatu jendela unik dalam deretan program musik yang berseliweran pada saat itu. Sebelum mulai pentas, saya sempat heran melihat salah satu instrumennya.

Pikir saya saat itu, "Hari gini masih ada yang begini?", karena ada kontra bas yang berdiri dengan gagahnya. Oiya, kebetulan saya ini anak band, bassist juga, jadi kenal instrumennya hehehe. Oke lanjut. Kemudian para personil terlibat interview singkat dengan presenter dan melantunlah lagu yang pertama. Sebuah single berjudul Angin Pujaan Hujan.

Lalu?

Bisa dikatakan momen saat itu benar-benar serasa jatuh cinta pada pandangan pertama. Aduhai nikmatnya. Saya benar-benar tersihir! Bagaimana tidak? Lantunan vokal yang merdu, lirik yang "sastra" sekali, dan musiknya yang membuat hati berdesir bagai terkena angin semilir. Ingat kan apa kata Vina Panduwinata? Jatuh cinta, berjuta rasanya~

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline