Lihat ke Halaman Asli

Dibalik Kata 'Tetirah'

Diperbarui: 21 Juni 2016   08:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kata tetirah mungkin masih terasa asing bagi sebagian orang. Namun bagi orang-orang yang pernah bersentuhan dengan Unit Pelayanan Tehnis Panti Sosial Petirahan Anak Bima Sakti (UPT PSPA Bima Sakti), kata tersebut tidak asing lagi. Secara bahasa, kata tetirah menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti pergi ke tempat lain dan tinggal sementara waktu untuk memulihkan kesehatan atau yang lain. Tujuan UPT Panti Sosial Petirahan Anak Bima Sakti yang berdiri sejak tahun 1954 tersebut tidak lain adalah sebagai tempat tetirah (tinggal sementara) bagi anak-anak usia Sekolah Dasar (SD) yang memiliki hambatan sosial. Tidak kurang dari 100 siswa SD dari berbagai kota di Jawa Timur setiap 25 harinya yang tinggal di tempat tersebut.

Sesuai dengan visinya, menjadi UPT PSPA sebagai pusat pengembangan perilaku anak, UPT ini secara umum bertujuan tidak lain untuk mengubah perilaku anak yang maladaptif menjadi pola perilaku yang adaptif. Berlandaskan Progup No. 119 Tahun 2008, UPT Pelayanan Sosial Petirahan Anak mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Dinas dalam penyaluran rehabilitas sosial anak usia sekolah dasar yang mengalami masalah sosial psikologis, seperti bandel, agresif, suka berkelahi; pendiam, pemalu, minder; manja, pemalu, kurang tanggungjawab; dan prestasi belajar menurun, kurang konsentrasi, sulit belajar (bukan lamban belajar).

Upaya yang dilakukan untuk mencapai tujuan UPT PSPA Bima Sakti tertulis dalam misi UPT tersebut, yaitu: mencegah terhambatnya fungsi sosial anak yang berhubungan dengan kesulitan penyesuaian diri berdasarkan nilai spiritual, akademis, dan tugas perkembangan anak; mengupayakan peningkatan, pengembangan prestasi anak guna menghapus kebodohan, penelantaran, dan ketidakberdayaan; mamantapkan dan meningkatkan fungsi dan peran anak agar dapat tumbuh dan berkembang secara wajar; mendorong peran serta keluarga dan masyarakat dalam usaha kesejahteraan sosial anak; dan meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab keluarga dan masyarakat dalam pembinaan kesejahteraan sosial anak.

Sesuai dengan makna dari kata tetirah, Ahmad Zainah Arifin, M.A, ketua panti sosial yang menyerukan motto “layananku adalah ibadahku” menuturkan bahwa anak-anak di panti sosial ini, diberi penanganan selama 25 hari. Selama itu mereka diharuskan untuk menginap dan mengikuti agenda-agenda yang telah ditentukan. 

Meskipun begitu, anak-anak tetap mendapatkan pendidikan akademik agar jika nanti kembali mereka tidak banyak tertinggal mata pelajaran. Kegiatan di tempat tersebut dimulai dari pagi setelah makan pagi, dengan agenda bimbingan belajar akademik dan berlanjut dengan bimbingan sosial. Pada siang hari, anak-anak diwajibkan untuk istirahat dan tidur siang, kemudian agenda berlanjut saat sore dan selepas maghrib. UPT PSPA Bima Sakti sengaja membuat agenda sebagian besar secara kelompok karena bertujuan untuk mengasah social skill (keterampilan sosial) anak-anak dan untuk melihat perilaku anak yang maladaptif sehingga untuk mempermudah proses penanganan.

Berbagai bimbingan diberikan pada anak yang tinggal sementara di UPT PSPA Bima Sakti, mulai dari bimbingan pemecahan masalah hingga bimbingan akademik. Bimbingan pemecahan masalah dapat berupa observasi, wawancara, studi angket, tes IQ dan kepribadian, temu bahas kasus, psychogame, konseling, treatmen sosial, evaluasi dan rujuan. Bimbingan fisik dilakukan melalui kegiatan olah raga, bimbingan pola hidup sehat, bina diri dan lingkungan, outbound dan kerumahtanggan. 

Bimbingan sosial berupa dinamika kelompok, metode belajar, motivasi sosial, simulasi sikap sosial, diskusi kelompok, dan integrasi sosial. Bimbingan mental berupa materi keagamaan, qiro’ah dan sholat, etika budi pekerti, bela Negara/PPKN. Bimbingan keterampilan terbingkai dalam kegiatan pramuka, praktek pemberdayaan lingkungan, kesenian angklung, tari, rebana, puisi, dan pelatihan keterampilan sosial. Sedangkan bimbingan akademik dapat berupa pembelajaran secara klasikal dengan dibagi menjadi tiga kelas yaitu kelas IV, V, dan VI, pelajaran agama, matematika, PKNPS (Pendidikan Kewarganegaraan dan Pendidikan Sosial), sains, bahasa Indonesia, bahasa Inggris sesuai kurikulum daerah asal peserta tetirah.

Namun, masih banyak orang yang awam dengan kegiatan serta tujuan UPT PSPA Bima Sakti tersebut. Sebagian masyarakat masih beranggapan bahwa anak-anak yang tinggal sementara di UPT PSPA adalah anak-anak yang nakal sehingga mereka memandang sebelah mata anak-anak yang tinggal sementara di tempat tersebut. 

Selain itu, tantangan lain yang dihadapi adalah banyaknya sekolah maupun orang tua yang gengsi jika anak mereka tinggal sementara di panti sosial tersebut. Bahkan, fenomena yang berkembang adalah anak-anak yang berhadapan dengan hukum sering kali tidak mendapat pendampingan yang tepat melainkan justru dikeluarkan dari sekolah. Secara psikologis, hal ini tentu akan berdampak negatif bagi perkembangan anak. Anak-anak yang seperti ini seharusnya mendapatkan binaan, bukan malah dijauhi. Salah satu pengurus UPT PSPA Bima Sakti menuturkan bahwa mereka (peserta tetirah) di sini bukan karena dibuang, melainkan karena kita sayang dan peduli.

Maka dari itu, UPT PSPA ini berupaya memberikan layanan berupa pembinaan yang dilakukan selama 25 hari. Pendekatan yang dilakukan dalam rangka memberikan binaan serta pengarahan dari UPT ini menggunakan pendekatan perorangan, kelompok, serta klasikal. UPT ini juga mencanangkan beberapa indikator keberhasilan pelayanannya, yaitu peserta terirah mampu mandiri dan mempunyai tanggung jawab sesuai dengan tugas perkembangan anak. 

Indikator anak yang mandiri dan mempunyai tanggung jawab sesuai dengan perkembangan anak antara lain: 1) melaksanakan nilai ketaqwaan sesuai fungsi mental spiritual dan nilai kebangsaan; 2) melaksanakan keterampilan fisik, sosial dan akademik sesuai kapasitas dan kapasitas anak sekolah dasar; 3) melaksanakan fungsu pemecahan masalah terhadap kesulitan yang dihadapi secara sosial, akademik dengan mengambil keputusan yang tepat serta pertimbangan yang matang; dan 4) memiliki kebutuhan prestasi yang tinggi bagi diri sendiri dan lingkungan serta mampu beradaptasi dengan lingkungan yang positif.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline