Lihat ke Halaman Asli

Kenaikan BBM memang Wow

Diperbarui: 17 Juni 2015   18:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Kenaikan harga BBM selalu membikin kegaduhan. Bahkan baru rencana kenaikan BBM di umumkan harga-harga kebutuhan rumah tangga sudah naik, mahasiswa demo, tuntutan gaji naik oleh pekerja, menjadi pembicaraan publik dan seterusnya. Biasanya pemerintah selalu mengumumkan sejumlah argumen mengapa BBM naik, misalnya jumlah subsidi minyak yang sedemikian tinggi dibanding sektor lain seperti  jaminan kesehatan masyarakat, pertanian  dan pendidikan sehingga sudah selayaknya subsidi dialihkan ke sektor yang lain.

Kalau dipikir-pikir  BBM itu kan urat nadi kehidupan karena ia adalah sumber energi. "Energi is prime mover" energi adalah penggerak utama, tidak ada ada aktivitas  yang terjadi tanpa energi, jadi wajar kalau pemerintah wajib memberikan subsidi yang besar pada sektor ini, sehingga setiap kenaikan harga BBM hampir dapat dipastikan akan menimbulkan kehebohan. Kata seorang kawan, kenaikan BBM itu seperti menciptakan gempa bumi, dia akan menimbulkan shock pada masyarakat dan masyarakat akan mencari keseimbangan yang baru, seperti ahli geologi yang melihat peristiwa gempa bumi sebagai fenomena perubahan alam untuk mencapai keseimbangan baru. Cara pandang yang demikian tentulah tidak salah tetapi yang perlu dipermasalahkan adalah seberapa besar dampak yang ditimbulkan dari adanya gempa bumi itu serta bagaimana antisipasi dapat dilakukan.

Sebagai peristiwa yang diciptakan, kenaikan harga BBM tentu sudah dipetakan seberapa dampaknya bagi masyarakat dan cara mitigasinya. Kelompok masyarakat yang rentan akan goncangan harga harus dilindungi. Kelompok masyarakat  yang rentan terhadap kenaikan harga BBM adalah pekerja, nelayan dan petani. Diantara kelompok masyarakat tersebut, pekerja dan nelayanlah  yang paling besar  mengalami dampaknya. Nelayan tidak akan bisa mencari ikan jika tidak mampu mengakses BBM, demikian pula pekerja. Sangat sedikit pekerja yang dekat dengan lokasi bekerjanya sehingga setiap kenaikan harga BBM akan berdampak langsung dengan pengeluarannya. Sementara petani di jawa saat ini sudah tidak dapat mengantungkan hidupnya semata-mata pada sektor pertanian karena luas kepemilikan lahan yang kecil, mereka perlahan lahan telah bertransformasi menjadi tenaga pekerja srabutan.

Kesuksesan program konversi minyak tanah ke gas sebenarnya boleh ditafsirkan sebagai sebagai ketidak mampuan konsumen kecil untuk menyuarakan penderitaannya. Selama ini pemakai minyak tanah adalah  masyarakat kecil yang tidak memiliki corong suara. Coba kita ingat kembali berapa banyak industri kompor bangkrut, dan seberapa banyak masyarakat kecil yang tetap setia dengan minyak tanah dengan harga tanpa subsidi, mereka tidak mengeluh tapi mereka mensikapinya dengan caranya sendiri yang tetap menjadi misteri bagi kelompok masyarakat yang lain. Minyak tanah sekalipun termasuk BBM bukan termasuk bahan bakar untuk mobilitas orang dan barang sehingga kesuksesan konversi minyak ke gas tidak dapat dipersamakan.

Kenaikan  BBM yang menyangkut mobilitas orang dan barang akan mendapat reaksi yang keras, karena akan berhadapan langsung dengan orang-orang yang vokal seperti mahasiswa dan buruh pekerja. Pemberian subsidi yang tidak tepat selalu dijadikan alasan pemerintah untuk mengurangi subsidi BBM. Alasan tersebut seharusnya juga harus diikuti dengan perbaikan cara subsidi BBM yang tepat, pemberantasan mafia minyak secara nyata jika memang ada, konversi minyak ke gas pada alat transportasi, keberanian memutus kontrak penjualan gas yang kelewat rendah ke luar negeri, pembangunan industri biodiesel yang lebih banyak, dan menggencarkan riset energi terbarukan. Bukankah pemerintah berjanji mau memperkuat kemaritiman, memangkas biaya pengapalan antar pulau. Pemerintah berarti pulaberjanji untuk memperkuat kemandirian energi. Tidak mungkinkan, kita mengandalkan tol laut dengan kapal layar?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline