Pemberitaan masih seputar tentang minyak goreng yang semakin langka. Banyak yang mencari terutama yang biasa bejibaku dengan benda cair nan glowing itu mulai dari pedagang besar, retail, warung rumahan sampai pedagang gorengan dan tidak kalah adalah para emak seantero Indonesia. Para emak yang selalu galau ketar ketir ketika berurusan dengan kenaikan harga komoditas dan sembako.
Kemarin simbok saya beli minyak goreng kemasan refill, di wadahnya tertulis 42 menandakan bahwa harganya empat puluh dua ribu per dua liter, mungkin itu stok agak kemarin. Berita di Televisi juga semakin horor saja, antrean pembeli minyak goreng yang kebanyakan para ibu mengular hingga ke jalan raya.
Unik atau sangking jengah menanti sampai sampai ada antrean yang berupa sendal si empunya konsumen si glowing. Macam santri mengantre kamar mandi dengan menaruh gayung di depan pintu kamar mandi. Sedari pagi, sebelum toko dan para penjaganya rapi rapi. Kacaunya ada yang sampai pingsan karena lelah, lelah seperti menantimu.
Harga eceran tertinggi (HET) dihapuskan alias dicabut, pawangnya menggelontorkan stoknya dan terpajang rapi di etalase biasanya. Harganya pun semakin melongo dan merangkak naik dan naik. Naik dan naik lagi.
Tapi, mahal semahal apapun jika itu kebutuhan primer ya apalah daya. Harus putar otak agar bisa membelinya dan berhemat guna pemenuhan kebutuhan penunjang lainnya. Apakah mereka juga berfikiran sama, tega sekali rakyat dipermainkan seperti ini, mana jaga jarak, mana tak berkerumun, pontang panting hanya demi kamu, iya kamu.
Temanggung, 9 Maret 2022
Defit Setya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H