Lihat ke Halaman Asli

Seto Wicaksono

TERVERIFIKASI

Recruiter

Ternyata Mengasuh Anak adalah Pembelajaran Seumur Hidup dan Tidak Bisa Mengandalkan Teori

Diperbarui: 25 Desember 2020   08:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

pixabay

Saya sempat merasa asing dan tidak biasa saat baru saja menjadi orangtua. Hanya karena saya dan istri sama-sama lulusan Psikologi dan pernah belajar teori Psikologi Perkembangan, saya pikir, kami akan siap menjadi orangtua bagi anak serta menghadapi segala dinamikanya karena sudah belajar ilmu sekaligus beberapa teorinya.

Ternyata saya keliru. Sangat keliru. Sejak saat itu saya merasa bersalah karena sudah menyepelekan situasi yang, belum pernah saya hadapi sebelumnya: menjadi orangtua.

Jadi orangtua itu sulit. Nggak semudah dan nggak seindah yang terlihat di media sosial. Apalagi, di posisi sebagai orangtua, saya masih amatir. Pemula. Masih harus belajar banyak hal. Utamanya perihal mengasuh anak.

Memang, di perkuliahan juga di berbagai buku yang pernah saya baca, banyak sekali teori dan kalimat indah yang diukir, tentang bagaimana menjadi orangtua yang super-duper baik di dunia ini.

Tapi, ada satu hal yang terlewati dan tidak secara rinci dijelaskan, yakni beberapa faktor eksternal yang sering kali terjadi si luar dugaan.

Faktor ekonomi, lingkungan tempat tinggal, juga kondisi psikologis anak dalam kurun waktu tertentu yang, jujur saja, sering kali bikin hilang kesabaran---meski saya dan istri sudah semaksimal mungkin mengelola emosi dengan baik.

Secara teori, orangtua mana pun memang dihimbau untuk selalu sabar dalam menghadapi tingkah dan segala perilaku anak.

Tapi, jika hal tersebut terjadi pada periode tertentu secara terus-menerus, yakin, sebagai manusia juga orangtua biasa, kita mampu menahan sabar sampai ambang batas maksimal?

Secara teori, kita dipaksa untuk selalu memahami anak. Hal tersebut memang sulit dimungkiri. Namun, apakah kemudian menjadi sangat salah ketika kita, sebagai orangtua, tersulut amarah karena audah kehilangan kesabaran dengan perilaku anak yang menguji kesabaran---seperti berteriak ketika marah, suka membanting mainan, dan lain sebagainya?

Anak saya yang kini berusia 3 tahun 9 bulan, beberapa kali menunjukan perilaku seperti itu.

Anggota keluarga yang lain sempat menenangkan saya dengan berkata bahwa, mungkin memang sedang memasuki masanya saja. Ada juga yang memperkirakan karena terpengaruh tontonan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline