Lihat ke Halaman Asli

Seto Wicaksono

TERVERIFIKASI

Recruiter

Perlakukan Orang Lain Sebagaimana Kita Ingin Diperlakukan, Termasuk kepada Petugas Call Center

Diperbarui: 6 Januari 2020   11:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi petugas call center: careerbuilder.com

Sebelumnya, saya ingin lebih dulu menegaskan bahwa, tulisan ini dibuat berdasarkan curhatan dari teman saya yang berprofesi sebagai petugas Call Center.

Iya, seseorang yang menjadi garda terdepan dari suatu perusahaan, semacam Customer Service yang memberi pelayanan (dan penjelasan mengenai produk, jasa, maupun tentang perusahaan) kepada para pelanggan dengan segala pertanyaan juga keluh kesahnya, hanya saja melalui saluran telepon atau channel lain seperti media sosial, email, juga livechat.

Teman saya yang sudah berkutat selama tiga tahun sebagai petugas Call Center, bercerita tentang pengalaman dengan segala persoalan yang pernah dihadapi, baik suka maupun duka. Jadi, begini ceritanya..

Sebagai seseorang yang dituntut mengedepankan keramah-tamahan, kesabaran, juga smiling voice saat bekerja, bagi saya menjadi petugas Call Center betul-betul harus kuat segala-galanya, terutama mental. Lha gimana, pada saat mengangkat telepon dari pelanggan, petugas Call Center tidak tahu seperti apa karakternya.

Ditambah tidak bertatap muka, hanya mendengar suara atau berupa tulisan saja. Belum lagi ketika seorang petugas Call Center sudah ramah dalam menyapa, terkadang ada saja pelanggan yang langsung marah-marah karena suatu masalah yang sedang dihadapinya - berkaitan dengan produk atau jasa yang digunakan.

Karena hal tersebut, tak jarang teman saya merasa kaget sekaligus panik. Namun, tentu harus tetap profesional dan memberi pelayanan ramah menggunakan smiling voice.

Satu yang pasti, harus tetap sabar dan tenang meski diomeli dengan ucapan random yang, terkadang menggunakan kata tidak pantas atau kasar. Bahkan, menurut beberapa studi, Call Center menjadi profesi yang memiliki tingkat stress terbilang tinggi.

Tapi, memang dasarnya teman saya suka bekerja di ruang lingkup pelayanan pelanggan, segala konsekuensi betul-betul dia hadapi.

Hal pertama yang teman saya ceritakan adalah tentang duka ketika bekerja. Awal mula, menjadi petugas Call Center tentu diniatkan untuk bekerja sekaligus menolong orang lain melalui jasanya. Namun, dalam prosesnya dia dihadapkan dengan berbagai macam pelanggan yang harus dipahami betul karakteristiknya.

Meski sudah menyapa dan menawarkan pertolongan dengan baik sesuai ketentuan yang berlaku, terkadang ada pelanggan yang tetap tidak terima dan misuh, bahkan bisa berlangsung sampai dengan satu jam. 

Padahal, semuanya sudah dijelaskan dari A-Z berulang kali. Walau pada akhirnya, masalah dapat diselesaikan juga.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline