Energi minyak dan gas bumi (migas) saat ini masih menjadi sumber energi utama untuk kendaraan bermotor seperti sepeda motor, mobil, truk, pesawat dan kapal laut. Berdasarkan data SKK Migas, rata-rata produksi minyak Indonesia per Mei 2016 ada di kisaran 832.000 barrel per hari (BPOD) dengan konsumsi harian rata-rata 1,6 juta BPOD.
Cadangan terbukti (proven) minyak bumi Indonesia diperkirakan 3,6 miliar barrel yang akan habis 10 tahun mendatang bila dihitung dengan tingkat konsumsi saat ini. Adapun gas, produksi saat ini mencapai 8.215 MMSCFD dengan konsumsi harian berkisar 1.264 MMSCFD. Cadangan terbukti gas sekitar 100 TCF yang akan habis dalam 37 tahun mendatang. Konsumsi migas masih bisa terus bertambah seiring dengan pertumbuhan penduduk di Indonesia, sehingga kebutuhan migas dimasa depan akan terus mengalami kenaikan.
Produksi migas dimasa depan dapat mengalami tren positif dengan melihat adanya cadangan migas dan ditambah pula adanya Wilayah Kerja (WK) yang belum dikelola secara optimal. Beberapa WK masih mengalami hambatan berupa administrasi yang dapat diringkas oleh pemerintah. Karenanya, Investasi Hulu Migas di Indonesia masih berpotensi memberikan keuntungan yang besar bagi investor maupun masyarakat Indonesia.
Pengawasan produksi migas mulai dari hulu hingga hilir sangat diperlukan agar tidak terjadi kecurangan, terutama produksi migas di sektor hulu. Pengawas migas sektor hulu tidak lain adalah pemerintah. Dengan sistem ProductionSharingContract (PSC), SKK migas mengawasi kontraktor yang melakukan eksplorasi dan ekploitasi di Indonesia.
Sistem PSC yang digunakan pemerintah memastikan keuntungan baik bagi pemerintah maupun investor. Hal ini diwujudkan dengan adanya konsep yang memungkinkan investor mengajukan penawaran bagi hasil (Split) dan nilai minimal bonus tanda tangan (SignatureBonus) pada PSC,yang mana sebelumnya telah disusun perkiraan tingkat keekonomiannya (ownerestimate) oleh pemerintah. Kontraktor juga diperbolehkan mengubah skema perhitungan pendapatan dan biaya operasional (ringfencing) dari PoDBasis menjadi BlockBasis.
Sedangkan bagi pemerintah, sistem bagi hasil ini cukup menguntungkan karena modal dan resiko eksplorasi ditanggung oleh kontraktor. Pemerintah tidak mengeluarkan dana sepeserpun dari APBN untuk biaya pengembalian (costrecovery) modal proses eksplorasi. Komersialisasi hasil produksi temuan migas lah yang menjadi costrecovery. Setelah cost recovery diselesaikan, penentuan bagi hasil dengan kontraktor diatur berdasarkan nilai komersial dari migas yang terkandung. Disini kontraktor sangat diperlukan untuk menggerakan roda produksi migas disektor hulu.
Kemudahan Investasi Hulu Migas saat ini ditanggapi serius oleh pemerintah. Seperti yang telah diutarakan oleh kementrian ESDM, hal ini diwujudkan dengan adanya tiga pokok hasil revisi PP No. 79/2010. Ketiga perubahan tersebut yaitu perpajakan dan biaya operasi, investasi, dan kepastian hukum. Selain pajak, perizinan untuk sektor hulu migas telah disederhanakan dan didelegasikan oleh pemerintah.
Bahkan dengan kerjasama antara Ditjen Migas dan BKPM, perizinan tersebut dapat diringkas menjadi perizinan satu pintu. Untuk menarik kontraktor hulu migas laut dalam, Pemerintah berencana untuk menurunkan bagi hasilnya menjadi lebih rendah dibandingkan pengembangan migas di darat. Perpanjangan masa kontrak juga menjadi pertimbangan pemerintah untuk kemudahan pengembangan migas. Direncanakan perpanjangan masa eksplorasi dari 10 tahun menjadi 15 tahun.
Adapun keamanan daerah operasi migas telah ditingkatkan oleh SKK Migas dengan menjalin kerjasama dengan TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan Laut, dan kepolisian. Salah satu bentuk kerjasamanya adalah penguatan pembinaan teritorial di wilayah kerja sektor hulu migas. Pengamanan objek vital ini mengacu pada ketentuan dalam Keputusan Presiden Nomor 63/2004 dan Keputusan Menteri ESDM Nomor 347/2012. Semua kebijakan pemerintah ini ditujukan untuk memudahkan Investasi Hulu Migas di Indonesia.
Mengapa begitu pentingnya Investasi Hulu Migas bagi Indonesia? Bayangkan bila sebuah kilang minyak dibangun disuatu daerah, akan ada pertumbuhan baik pada sektor ekonomi maupun teknologi di daerah tersebut. Pembangunan sumur atau kilang minyak membutuhkan teknologi yang tinggi.
Sehingga menumbuhkan dan meningkatkan teknologi daerah sekitar yang dibutuhkan pada proses pembangunan. Teknologi yang tinggi membutuhkan sumber daya, baik manusia maupun alam, akibatnya menumbuhkan lapangan kerja dan peningkatan keahlian sumber daya manusia. Dampak bagi pemerintah pusat adalah bertambahnya pendapatan nasional yang akan masuk kedalam kas negara. Pemasukan ini dapat menjadi sumber APBN yang mana dapat dialokasikan untuk subsidi-subsidi maupun pembangunan infrastruktur.