Lihat ke Halaman Asli

Boyband/Girlband, Setidaknya Mereka Membangun Sebuah Era Musik

Diperbarui: 24 Juni 2015   21:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Pernah mendengar seloroh pelesetan ini...

Beri aku seribu orang tua akan aku cabut semeru dari akarnya, Beri aku sepuluh pemuda akan aku gemparkan dunia. Tapi jangan beri aku 7 anak alay karena hanya kan membentuk boyband.

yaakk, itu adalah ucapan terkenal dari Presiden Soekarno yang 'ditambah' satu baris terakhir'.

Fenomena boyband/girlband sudah cukup basi kalau saya bahas saat ini. Fenomena dengan beragam pro-kontra ini sudah muncul berbulan-bulan lalu. Banyak lah yang bilang mereka itu sekedar 'mencontek' fenomena boyband/girlband Korea yang mendunia. Tidak sedikit juga yang bilang kalau boyband/girlband Indonesia dimasyarakat Indonesia seperti badut, menjijikan, alay, plagiat dan akhirnya melempem tidak selaku boyband asal korea, karena tidak memiliki orisinitas dan karakter dalam penampilan.

[caption id="" align="aligncenter" width="504" caption="http://uta.web.id/wp-content/uploads/2012/06/Smash-CCC.jpg"][/caption]

Yang kemudian menarik perhatian saya hingga menuliskan ini adalah rasa penasaran saya pada sebutan 'alay' yang kebanyakan adalah 'fans' atau juga 'basis massa' dari boyband/girlband di Indonesia. Saya terlalu sering mendengar pendapat dari orang dengan usia sepantaran dengan saya atau lebih tua, tetapi sangat-sangat jarang mendengar pendapat adik-adik fans boyband/girlband ini.

Saya pernah mengalami masa-masa dimana saya duduk di bangku SMP-SMA. Saya juga mengalami masa-masa menulis dengan huruf besar-kecil (meski dengan karakter yang 'belum sebanyak' saat ini). Saya masih ingat bagaimana rasanya menulis kreatif (dengan huruf besar-kecil), sangat asyik pada waktu itu. Maka saya berusaha memahami bagaimana anak-anak (mungkin usia SMP-SMA) dengan tingkah serupa. Yang saya tidak bisa tahu adalah, pada waktu saya seusia mereka, saya tidak mengalami masa keemasan boyband/girlband. Dunia SMP-SMA saya masih dipenuhi dengan dominasi pop dan rock seperti Power Slaves, Base Jam, Sheila on 7, Dewa, dll. Atau dari luar dengan fenomena punk seperti Blink182, atau Avril di awal kemunculannya sebagai icon sk8er boy (lihat bagaimana menuliskan kata skater).

Saya beruntung mendapati musik itu? yaa... kebanyakan orang berkata musik-musik di 'jaman saya muda' masih berkualitas. Apakah anak-anak muda (saya katakan ini untuk usia SMP-SMA) sekarang tidak beruntung dengan banyaknya dominasi boyband/girlband? sekali lagi kebanyakan rekan dan kenalan saya bilang ya, tapi MUNGKIN, saya bilang belum tentu. Kecenderungannya adalah bahwa saat ini mereka dalam level "KALAH ARGUMENT" untuk bisa memperjuangkan boyband/girlband sebagai idola mereka, satu-satu nya yang bisa bertahan dalam argumen ini adalah pihak label dan management yang 'menelurkan' boyband/girlband itu sendiri. Dan beberapa tahun lagi saat mereka berusia seperti kita? don't know...

Ada 'era musik' yang memang (menurut saya) sudah seharusnya terjadi. Masa dimana band rock melejit kemudian turun digantikan musik melayu, digantikan fenomena boyband, suatu saat mungkin langgam/kerocong akan naik, dll dan begitulah terjadi seperti siklus. Masing-masing 'pegiat genre' akan mempertahankan konsistensinya sampai pada saatnya mereka 'harus' tampil di atas dan berbagi 'passion' untuk yang lainnya dan menjadikan lagi sebuah fenomena.

hhmmm... begitulah..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline