Lihat ke Halaman Asli

Seto Permada

Penulis Konten

Lelaki Tua dan Televisi yang Menyala

Diperbarui: 3 September 2017   18:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lelaki Tua dan Televisi yang Menyala (Gambar: www.ExitoXMinuto.com)

Sejak lelaki tua itu menerima paket dari Jakarta, ia jarang sekali keluar rumah. Anjing sabun kesayangannya yang bernama Dori, mati terlindas mobil truk bermuatan kayu. Praktis, aktivitas sehari-hari cuma memencet-mencet tombol remote control. Sesekali memutar leher andaikata pegal. Atau meluruskan kaki bersila supaya semut-semut gaib yang merubung lekas pergi.

Tomi, anak semata wayang itu memang tak tahu diri. Disuruh pulang, banyak alasan. Ketika kecil minta ini-itu dituruti. Setelah besar dan cukup mengerti cara mencuci mulut di toilet Jakarta mulai berlagak. Padahal, bapaknya cuma ingin melihat dua cucu kecil sudah bisa bertingkah seperti apa. Tiada sudi melihat anaknya sendiri. Andai dibandingkan, tentu saja lebih mulia Dori daripada Tomi. Meski pekerjaan sehari-hari Dori menggonggong dan mengejar ekornya sendiri, binatang itu masih sempat menjilat punggung tangan lelaki tua.

Suatu kali, Tomi mengirim surat dan sampailah ke tangan lelaki tua. Lelaki tua itu membukanya. Kacamata yang tergeletak di meja dipasangkan ke mata. Seketika ia terlonjak dari tempat duduknya.

"Bapak. Jika Bapak memang ingin melihat dua anakku, paketan berikutnya aku belikan HP android, ya. Kita bisa talking sambil video call. Ah. Maksudku, Bapak bisa bicara langsung dengan kedua anakku lewat layar HP. Mau?"

Kata tanya terakhir itu sungguh bikin lelaki tua kelabakan. Tak perlu menawar jika memang ingin memberi. Soal penggunaan benda canggih, ia bisa carikan solusi lewat tetangga-tetangga terdekat. Kelihatan sekali anaknya itu tengah berusaha melupakan dirinya. Maka, ia pun membalas dengan tanda perintah dan huruf kapital, "KIRIMKAN SAJA TELEVISI LAYAR 40 INCH!!! LALU KAU TAK USAH KABARI AKU. URUS SAJA KEHIDUPANMU SENDIRI!"

Seminggu kemudian, datang paket. Tukang pos menjulurkan selembar kertas pada lelaki tua. Tak lupa pula menyerahkan bolpoin untuk tanda tangan.

Lelaki tua sewot, "Ini yang beli anakku dari Jakarta. Aku tidak punya uang."

"Iya, Bapak. Cuma tanda tangan saja, untuk formalitas," tukang pos itu mesam-mesem.

Ketika paketan dibuka, lelaki tua sebetulnya berharap anaknya minta maaf. Berpikir ulang melakukan kunjungan ke rumahnya. Dan semacamnya. Akan tetapi, harapannya itu kurang beruntung. Di atas televisi yang masih disampuli plastik, tertulis dengan tinta tebal, "Selamat menonton, Pak."

Lelaki tua tambah senewen.

***

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline