Institusi Polri mengalami transformasi yang never ending, pasca Polri mandiri dalam dua dekade terakhir. Saat ini terjadi diskursus baru tentang transformasi Polri menuju Polri yang PRESISI (Prediktif, Responsibilitas, Transparansi berkeadilan). Hal ini membawa peningkatan spirit pengabdian bagi generasi muda Polri.
Dalam peta jalan Transformasi Polri Presisi tersebut, dikelompokkan dalam empat bagian utama yaitu; Transformasi organisasi, Transformasi operasional, Transformasi pelayanan publik dan Transformasi Pengawasan.
Terdapat adagium, penyelesaian perkara yang tebang pilih dan sulitnya membutuhkan polisi bagi masyarakat yang mengharapkan pengayoman dan pelayanan secara cepat seperti yang diterapkan pada sistem kepolisian Amerika Serikat dengan berbasis Artificial Intelligence 911. Persoalan tersebut merupakan persoalan yang wajib dikelola sampai paripurna dan berkelanjutan oleh Polri ke depan.
Selain dituntut untuk menjadi kepolisian negara yang tangguh dan profesional, Polri juga diharuskan menerapkan prinsip-prinsip akuntabilitas publik dan penghormatan terhadap hak asasi manusia (HAM).
Pada kesempatan Rapat Pimpinan Polri-TNI, Februari 2021 lalu, Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufik Damanik, mengatakan pentingnya Polri berpegang pada prinsip demokrasi dan standar HAM dengan langkah-langkah yang efektif dan terukur dalam pelaksanaan tugas Polri di lapangan. (Tribunnews.15/2/2021).
Sudah menjadi keniscayaan bahwa dalam gelombang demokratisasi dunia ketiga, di mana badan kepolisian mengalami perubahan etika dan panduan tugas operasional polisi yang didasarkan beberapa hal di antaranya pada konvensi-konvensi PBB tentang hak asasi manusia pada tanggal 10 Desember 1948 melalui Resolusi 217 A (III).
Demikian juga tentang hak sipil, hak politik, hak ekonomi dan hak sosial-budaya merupakan pengembangan lebih lanjut kemajuan HAM yang diterapkan bangsa/negara di dunia.
Dengan demikian membawa konsekuensi terhadap setiap negara yang telah meratifikasi konvensi HAM dan berlaku secara universal bagi negara serta warga di dalamnya, Indonesia telah merespons konvesi HAM tersebut melalui UU No. 39 Tahun 1999 serta lembaga-lembaga pemerintahan khususnya aparatur penegak hukum yang ada.
Polri menindaklanjuti dengan mengesahkan peraturan Kapolri No. 8 Tahun 2009 tentang implementasi prinsip dan standar hak asasi manusia dalam penyelenggaraan tugas Polri, Bahkan Indonesia pernah mendapat posisi strategis sebagai ketua komisi HAM PBB tanggal 17 Januari 2005, maka sudah selakyaknya Polri mengalami perubahan doktrin dan kebijakan nasionalnya untuk memasukkan dalam kurikulum pendidikan, tupoksi dan bahkan dalam desain pengembangan budaya organisasi Polri yang ideal di masa depan.
Perubahan yang diharapkan Polri adalah, bagaimana mengubah Polri yang adaptatif dengan tren zaman yang telah berubah, di mana berbagai bentuk kejahatan dapat secara signifikan diharapkan mengalami penurunan dengan strategi Polri mengedepankan pada peran pelayanan publik.
Perubahan ini menuntut Polri harus mengadaptasikan diri pada budaya sosial, politik, ekonomi dan lainnya dalam masyarakat yang makin kompleks. Polri dituntut membangun organisasi yang tak lagi berada pada "zona nyaman", dengan berdasarkan inward looking, tetapi sejalan sesuai kaidah masyarakat yang mengalami transformasi besar yakni masyarakat industri, masyarakat teknologi (technological based society) dan masyakat demokratis.
Di sini makin pentingnya unsur penghormatan dan pemuliaan terhadap kemanusiaan, keadilan dan hak asasi manusia. Sejak awal 1990 an, polisi di berbagai negara telah mengalami demokratisasi dan penghormatan terhadap HAM sebagai konsekuensi universalisasi HAM.