Lihat ke Halaman Asli

Tiga Pilar Perbaikan dan Pengembangan Sektor Logistik Indonesia

Diperbarui: 4 Juli 2015   05:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Sektor logistik sangat penting sebagai unsur konektivitas untuk daya saing nasional dan kesejahteraan rakyat. Namun demikian, sektor logistik Indonesia masih lemah. Hal ini bisa dilihat dari berbagai indikator yang dikeluarkan oleh lembaga internasional maupun dari berbagai permasalahan yang muncul di lapangan.

Untuk membenahi berbagai permasalahan sekaligus mengembangkan sektor logistik, Pemerintah baru perlu menyiapkan “3 Pilar” sektor logistik Indonesia, yaitu: (1) UU Logistik, (2) Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Logistik, dan (3) Kelembagaan Logistik Permanen.

(1) Pemerintah perlu menginisiasi pembentukan UU Logistik. Regulasi logistik dalam bentuk/tingkat UU diperlukan untuk sinkronisasi dan harmonisasi hukum.

Selain itu, UU Logistik juga diperlukan agar aktivitas-aktivitas bisnis logistik melalui berbagai kelembagaan akan lebih memperoleh kepastian hukum, berjalan dengan tertib, dan mencerminkan keadilan, berdasarkan prinsip-prinsip Good Governance (GG) dan Good Corporate Governance (GCG). Bentuk UU tersebut juga diperlukan untuk menjadikannya sebagai acuan dan menurunkannya dalam peraturan-perundangan di bawahnya, baik di tingkat pusat maupun daerah.

UU Logistik juga diperlukan karena pada saat ini regulasi yang menjadi acuan sistem logistik adalah Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional (Sislognas) yang ditetapkan dengan Perpres No. 26 Tahun 2012. Di sisi lain, bagian-bagian dalam sistem logistik justru diatur dalam bentuk UU (seperti UU No. 23/2007 tentang Perkeretaapian, UU No. 17/2008 tentang Pelayaran, UU No. 1/2009 tentang Penerbangan, dan UU No.22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan).

Ketidaktepatan tingkat regulasi tersebut berdampak dalam tahap implementasi. Indikasi utamanya adalah ketidakberhasilan pencapaian berbagai program dan rencana aksi Sislognas.

Pembentukan UU Logistik tentu memerlukan waktu yang panjang. Pemerintah baru memiliki momentum penting untuk menginisiasi pembentukan UU tersebut yang sangat penting sebagai dasar perbaikan dan pengembangan sektor logistik Indonesia dalam jangka waktu yang jauh lebih panjang.

(2) Pemerintah juga sebaiknya membuat RPJP Logistik yang diperlukan sebagai acuan perencanaan pengembangan sistem logistik. RJPN ini seperti Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005-2025 yang ditetapkan dengan UU No. 17 Tahun 2007, namun khusus untuk sektor logistik.

Tanpa ada RPJPN, perencanaan dan pembangunan masing-masing kementerian kurang terpadu, terutama untuk pengembangan infrastruktur. Apalagi kementerian pengguna berbeda dengan kementerian penyedia infrastruktur. Partisipasi dan inisiatif daerah juga sulit dalam pengembangan infrastruktur di wilayahnya, baik yang berskala nasional maupun daerah.

RPJP Logistik diperlukan untuk mengintegrasikan pembangunan sektor logistik, baik antar kementerian maupun antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

(3) Kelembagaan logistik nasional yang permanen, misalnya berupa Badan Logistik Indonesia, diperlukan sebagai lembaga yang mengkoordinasikan pelaksanaan UU Logistik serta melakukan penyusunan dan implementasi RPJP Logistik.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline