Lihat ke Halaman Asli

Setiawan Tjokronegoro

fotografer | penulis

Tenis Meja Olahraga yang Selalu Sepi Penonton

Diperbarui: 24 September 2024   14:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

foto by Setiawan Tj

Masyarakat yang hidup di era Orde Baru tentu sangat familiar dengan jargon pemerintah kala itu, Memasyarakatkan Olahraga dan Mengolahragakan Masyarakat. Diakui atau tidak jargon itu seperti menjadi sihir, ditandai dengan maraknya kegiatan olahraga. Bahkan di tiap jenjang pendidikan baik dasar maupun menengah para peserta didik wajib mengikuti Senam Kesegaran Jasmani.

Parameter lainnya adalah mulai dibangunnya sarana olahraga mulai dari tingkat nasional sampai ke pelosok desa bahkan dengan swadaya masyarakat setempat. Lapangan bulu tangkis dan bola voli tumbuh seperti cendawan di musim hujan.

Pun demikian dengan tenis meja. Olahraga yang ternyata memiliki tehnik yang cukup kompleks ini semakin banyak saja penggemarnya dari waktu ke waktu. Memang cabor yang satu ini di Indonesia tidak sepopuler sepak bola, bulu tangkis dan bola voli tapi sarana olahraga tenis meja hari ini bisa ditemui hampir di setiap kampung.

Penting untuk diketahui bersama tenis meja Indonesia pernah mengalami masa keemasan pada era 70-an. Sebut saja nama Sugeng Utomo yang pernah menduduki ranking 10 besar dunia. Bahkan Sugeng Utomo bersama partnernya Gunawan Suteja, pernah menembus posisi 8 besar pada Kejuaraan Dunia tahun 1975. Di sektor putri ada nama Rossi Pratiwi Dipoyanti yang pernah berjaya dengan menyabet 13 emas Sea Games hingga dijuluki ratu tenis meja Asia Tenggara.

Sayangnya perlahan tapi pasti prestasi tenis meja Indonesia mulai meredup saat negara lain justru makin bersinar. Untuk mendapatkan medali emas Sea Games saja rasanya sulit. Hal ini diperparah dengan dualisme dalam tubuh PTMSI, federasi yang menjadi regulator tenis meja Indonesia.

Walaupun di level grass root tenis meja masih memiliki penggemar namun ironisnya pada setiap penyelenggaraan turnamen cabor ini selalu sepi penonton. Jika cabor lain pada saat memasuki babak final penonton semakin ramai tapi sebaliknya dengan tenis meja. Pada babak final mayoritas penonton hanya tim yang bermain, para official dan keluarga atlet saja, padahal tidak diberlakukan tiket masuk alias gratis.

Ada beberapa alasan mengapa tenis meja gagal mendatangkan penonton pada tiap penyelenggaraan turnamen.


1. Konsep pertandingan yang terlalu kaku

Tenis meja khususnya di Indonesia belum menerapkan  konsep table tennis as an entertaining games. Setiap turnamen dikemas terlalu kaku. Padahal pola seperti ini sudah tidak berlaku lagi di turnamen level international seperti WTT atau ITTF World Championship yang selalu dipadati penonton.

2. Minimnya promosi dan publikasi

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline