Lihat ke Halaman Asli

Korupsi Kades Hilang? Kades Bisa Menjabat 16 Tahun

Diperbarui: 14 Juni 2024   11:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Presiden Republik Indonesia telah menandatangani undang-undang Nomor 3 Tahun 2024 tentang perubahan Kedua atas undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Terkait masa jabatan kepala desa juga berubah yang awalnya enam tahun menjadi delapan tahun dalam satu periodenya dengan maksimal menjabat dua periode tentunya adanya ini menjadi pendapat banyak pendapat dalam masyarakat. Masa jabatan kepala desa yang selama delapan tahun tentunya terlalu lama ditambah lagi jika kepala desa tersebut terpilih lagi bisa menjadi maksimal enam belas tahun masa jabatannya. Masa jabatan yang bertambah dua tahun dari undang-undang sebelumnya tentu merugikan masyarakat. Dengan masa jabatan yang lebih lama belum tentu kepala desa terpilih memiliki kinerja yang baik. Jika kinerja kepala desa tidak baik tentunya masyarakat menunggu cukup lama untuk bisa melakukan pergantian.

Sebelum adanya revisi undang-undang kepala desa menjabat selama enam tahun dengan dapat dipilih sebanyak tiga kali itu sudah paling bagus karena dengan tidak butuh waktu lama desa tersebut dapat memilih kepala desa lagi. Selain itu dengan waktu yang enam tahun dirasa cukup untuk menilai kinerja dari kepala desa sudah sesuai dengan visi misi atau belum. Masa masa jabatan berapapun lamanya, kalau niat dari kepala desanya tidak bagus, selama itu juga tidak akan rampung visi misinya. Ini soal niat dari kepala desa untuk pengabdian atau hanya untuk mencari keuntungan pribadi. Jadi kalau ada argumen penambahan dua tahun masa jabatan kepala desa agar programnya bisa selesai dikerjakan, itu belum tentu terjadi kepastiannya.

Masa jabatan kepala desa yang lama justru menimbulkan masalah yang berupa tidak seriusnya dalam kinerjanya bahkan bisa tidak sesuai dengan janji-janji saat kampanye, karena mereka beranggapan bahwa masa jabatannya masih lama. Selain itu bisa terjadi ketimpangan dalam pelayanan kepada warganya, mereka mengutamakan warga yang dianggap mendukungnya dalam pencalonan akan mendapatkan pelayanan lebih baik. Mereka bisa saja sering menunda program kerjanya yang berkaitan dengan anggaran dan menggunakan anggaran untuk kepentingan yang lain dulu karena menganggap bahwa masa jabatan mereka masih lama.

Masa jabatan dalam pemerintahan diatasnya misalnya Bupati, Gubernur, dan lainnya saja hanya dibatasi satu kali periode selama lima tahun saja dengan dapat dipilih dua kali, dengan waktu yang lima tahun saja dapat terlaksana programnya, tentunya penambahan menjadi delapan tahun tidak dibutuhkan jika kepala desa tersebut baik apalagi wilayahnya yang sempit hanya satu desa saja tentunya labih mudah untuk menjalankan programnya. Dengan masa jabatan enam tahun memiliki estimasi tahun pertama fokus pada perbaikan internal dan perangkat desanya selain itu juga untuk menyelesaikan konflik antar calon sebelumnya mengingat dalam desa tingkat persaingannya tinggi. Ditahun kedua sudah dapat mulai mengimplementasikan programnya dan mengevaluasi agar maksimal pada tahun berikutnya. Tahun ketiga sampai dengan tahun kelima kepala desa dapat melakukan implementasi programnya yang telah dirancang secara maksimal. Ditahun keenam kepala desa sudah mulai fokus pada pencalonan kembali dan mereka sudah tidak fokus pada program yang sudah dilaksanakan. Dengan waktu enam tahun seharusnya sudah mampu, mengingat kepala desa merupakan orang yang sebelumnya berdomisili tidak jauh dari desanya tentunya sudah memiliki gambaran yang dimiliki terkait potensi yang ada di desanya.

Masa jabatan enam tahun saja masih banyak yang korupsi apalagi jabatan yang bertambah menjadi delapan tahun. Jabatan delapan tahun tentunya akan membuat semakin mudah kepala desa untuk korupsi. Dana desa yang begitu besar seharusnya bisa untuk memajukan warga desanya. Tentunya masih kepala desa diluar sana yang masih korupsi tetapi masih belum tertangkap tangan saja. Menurut data dari antikorupsi sejak tahun 2015 hingga tahun 2022 sektor desa peringkat pertama selalu yang menjadi temuan kasus korupsi. Terakhir tahun 2022 jumlah kasus yang korupsi di sektor desa sebanyak 155 kasus dengan menimbulankan kerugian negara sebanyak Rp 381 Miliar.

Dengan masa jabatan yang semakin lama maka tentu memungkinkan lingkungan pekerjanya tetap sehingga memperbesar juga untuk melakukan korupsi. Setelah pemilihan kepala desa sangat jarang sekali ada ketidakstablikan dalam perekonomian sehingga tidak bisa menjadikan alasan masa jabatan menjadi delapan tahun. Semakin lama kepala desa menjabat maka mereka semakin mudah mengatur strategi untuk melakukan korupsi karena kekuasaan yang lama maka secara secara tidak langsung mematikan fungsi pengawasan dan kontrol.

Jadi dengan memperpanjang masa jabatan kepala desa dalam satu periode bukan merupakan solusi yang baik untuk mengurangi bahkan menghilangkan korupsi. Justru dengan memperpanjang masa jabatannya maka semakin mudah mereka melakukan korupsi. Masa jabatan enam tahun satu kali periode dengan dapat dipilih lagi sebanyak tiga kali dirasa sudah cukup baik untuk saat ini.
 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline